Namaku Asri

“Asri,” panggilnya.

Ya, namaku Asri.

Aku berkenalan dengannya pada bulan Maret 2013. Waktu itu, di sebuah mall daerah Mangga Dua. Dia seorang cowok bertubuh kurus. Tetapi cukup tampan.  Suaranya kalem, sepertinya anak baik.

Hari-hari setelah pertemuan itu. Kami semakin akrab. Dia baik. Aku tak salah menilai orang. Aku diperlakukan seperti pacarnya. Yang mulai aku sadari, dia hobi menulis. Tak jarang dia curhat kepadaku.

Sepertinya, aku mulai suka terhadapnya.

Ah, cepat sekali aku jatuh cinta. Kepada orang yang baru saja kukenal. Entah, apakah perasaan ini nyata?

“Sialan engkau, Yog!” batinku.

Yoga ialah namanya.

Perasaan ini hanya bisa  kupendam. Aku tak bisa menjelaskan apa itu cinta. Lagian, terasa lebih indah bila aku merasakannya dan tak peduli tentang definisinya.

Karena menjadi pendengar yang baik. Dia malah bercerita tentang seorang wanita. Kukira, dia juga mencintaiku karena nyaman bersamaku. Tapi, mengapa sekarang dia malah bercerita tentang orang lain? Selama ini aku dianggap apa? Hanya sahabat? Teman curhat? Sungguh tega dirinya. Dia bercerita tentang masa pendekatannya. Bercerita pula kalau ingin menyatakan cinta ke gadis itu.
***
Devi, wanita yang jadi pacarnya. Yoga mengenalkanku kepadanya. Sering dia mengajakku bertemu Devi. Manis sih memang, tapi aku tidak suka dengan sifat kekanak-kanakannya. Cara berpikirnya kurang dewasa, terlalu manja. Ah, kenapa aku jadi cemburu seperti ini?

Yoga lebih sibuk dengan handphone-nya. Tepatnya ia sibuk komunikasi dengan pacarnya. Dia sudah jarang bercerita kepadaku. Aku sangat merindukannya. Dia mulai malas menulis. Mimpi menjadi penulis ternyata hanyalah wacana. Aku bingung, mengapa aku sepeduli ini?

Hingga suatu hari, akhirnya mereka putus.

Senang aku mendengarnya. Aku dijadikan tempat curhatnya lagi. Tapi aku sadar. Kenapa dia baru ingat sekarang? Ia mendadak melankolis. Aku malah kasihan terhadapnya. Dia galau hampir sebulan. Susah payah ia melewati masa kelamnya itu. Tapi Yoga mulai berubah. Ia menjadi lebih dewasa. Ia juga belajar apa itu ketulusan.

“GUE BAKAL MENULIS DI KEADAAN APAPUN,” teriak Yoga kesal saat bercerita denganku.

Kini, postingan di blognya ada seratuslebih. Dia mulai konsisten menulis. Tak kusangka. Meski jomlo, ia malah bahagia. Aku tak peduli dianggap apa olehnya. Sahabat, teman curhat, pacar, atau apa pun. Aku bahagia. Ternyata, seperti ini toh, rasanya cinta yang tulus.

Aku sekarang semakin dekat dengan Yoga. Hampir setiap hari kami bersama. Jujur saja, aku tak keberatan dijamah olehnya. Sering juga ia tidur bersamaku. Setidaknya, aku bisa membuatnya bahagia.

Aku tak mengerti mengapa ia memberiku nama Asri. Ya, aku adalah laptop miliknya. Yang saat ini digunakan untuk menulis cerita fiksi.

Tamat.

"Cerita ini diikutkan giveaway contest  www.doddyrakhmat.com"

Oke, itu barusan adalah cerita fiksi dari gue. Disuruh bikin fiksi 400 kata. Coba aja copy ke MS. Word sebelum kata tamat. itu cerita fiksi di atas kira-kira 398 kata seingat gue. Susah juga ternyata bikin fiksi. Apalagi dibatasi oleh jumlah kata. Gue nggak jago soalnya. Gue lebih jago curhat pengalaman gue. Kejadian sehari-hari gitulah. Hehe. Tapi lagi belajar aja. Gue mencoba bercerita dari sudut pandang sebuah laptop. Gimana? Jelek nggak? Mohon kritik dan sarannya. Maklum, masih belajar nulis fiksi.

Barangkali aja menang GA-nya. Hadiahnya buku Taktik Menulis Fiksi, karya Winna Effendi. Lumayan, kalo menang kan bisa belajar lagi tentang menulis fiksi. Hoho.

Yuk, yang mau ikutan. Silahkan cek blognya. Buka di SINI.
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment