GAJI.
sumber: GAJI |
Gagal Haji. Ng... kayaknya bukan itu deh. Maaf-maaf.
Oke serius, gaji itu adalah gangguan jin. Astagfirullah. Makin gak nyambung.
Di dalam KBBI, gaji adalah singkatan dari garuk biji. Bentar, KBBI yang gue baca ternyata bukan Kamus Besar Bahasa Indonesia, melainkan Kamus Bokep Bahasa Indehoi. Wakakakak.
Dalam arti sebenarnya, gaji ialah upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap. Dalam arti lain, sebuah balas jasa yang diterima pekerja dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu; -- bersih gaji yang diterima oleh pekerja (pegawai) setelah dikurangi potongan; gaji yang dibayar (tunai) setelah dikurangi dengan semua potongan.
Ya, untuk orang-orang yang sudah 17 tahun ke atas, rasanya tidak akan asing lagi dengan kata itu (walaupun beberapa di antaranya belum bekerja, setidaknya mereka sudah mengerti).
Gaji ialah satu kata yang bisa membuat orang khilaf begitu menerimanya. Kita bisa langsung berbelanja macam-macam. Mementingkan keinginan terlebih dahulu daripada memenuhi kebutuhan. Pokoknya empat huruf inilah yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya. Giliran gaji aja ditungguin, nanti malaikat Izrail yang dateng aja mampus lu woy! Segeralah bertobat. Ingat, 2,5% dari gaji kalian itu untuk apa? Yak, betul. Untuk kirimin ke rekening gue. Muahaha. Hm... dalam agama gue, 2,5% itu untuk dizakatkan. Ingatlah hak "mereka".
Sesuai yang tertera di dalam kitab suci:
Allahu Akbar. Tumben amat gue nulis bener.
Entah kenapa, tiba-tiba gue merasa resah dengan kata kampret satu ini, iya gaji ini emang suka nyebelin. Terkadang juga cuma numpang lewat. Apalagi saat ini gue sedang bekerja mati-matian, namun gaji yang gue terima ini rasanya tidak sesuai. Untuk lebih jelasnya, mungkin gue akan bahas lain waktu.
***
Gue merenungi soal gaji ini selama berhari-hari. Kenapa, sih, demi sebuah kata bernama “gaji”, kita merelakan waktu terbuang begitu banyak untuk sebuah pekerjaan? Katanya, waktu lebih berharga daripada uang, kan? Mirisnya, kita rela lembur, pulang telat, bahkan ada yang menginap di kantor untuk menuntaskan pekerjaan itu. Kita meninggalkan keluarga (orangtua, istri/suami, anak, serta cucu), tapi itu semua juga demi menghidupi keluarga. Membingungkan.
Namun, tidak semua gaji itu harganya pas dengan segala hal yang telah kita korbankan. Masih banyak sekali perusahaan yang membayar karyawannya terlalu murah. Mempekerjakan manusia dengan semena-mena. Padahal, kita ini bukanlah robot. Kita ini butuh istirahat yang cukup.
Rasanya banyak waktu yang terbuang sia-sia demi mendapatkan gaji. Jungkir balik banting tulang, namun upahnya terlalu pas-pasan. Atau bahkan kurang. Sehingga kita perlu mencari tambahan dari kerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Oh, gaji… tolong hargai gue lebih mahal. Gue kerja cari duit, bukan cari penyakit. Oleh karena itu, gue ingin menyimpulkan tentang gaji ini. Jadi, kalau dipikir-pikir sebenarnya sebuah gaji itu memang ditukar dengan harga yang sangat mahal: waktu bersama orang tersayang.
***
PS: Oke, ini mah bukan sekadar kesel sama gaji yang kecil, tapi efek lagi kangen pacar juga sepertinya deh. Muahaha.
Diketik 10 Oktober 2016, gue berusaha menyempatkan menulis di jam makan siang. Maaf terlalu pendek tidak seperti biasanya. Gue hanya ingin berusaha konsisten update. Hoho!
Gaji ialah satu kata yang bisa membuat orang khilaf begitu menerimanya. Kita bisa langsung berbelanja macam-macam. Mementingkan keinginan terlebih dahulu daripada memenuhi kebutuhan. Pokoknya empat huruf inilah yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya. Giliran gaji aja ditungguin, nanti malaikat Izrail yang dateng aja mampus lu woy! Segeralah bertobat. Ingat, 2,5% dari gaji kalian itu untuk apa? Yak, betul. Untuk kirimin ke rekening gue. Muahaha. Hm... dalam agama gue, 2,5% itu untuk dizakatkan. Ingatlah hak "mereka".
Sesuai yang tertera di dalam kitab suci:
"Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS Al Baqarah 267)
Allahu Akbar. Tumben amat gue nulis bener.
Entah kenapa, tiba-tiba gue merasa resah dengan kata kampret satu ini, iya gaji ini emang suka nyebelin. Terkadang juga cuma numpang lewat. Apalagi saat ini gue sedang bekerja mati-matian, namun gaji yang gue terima ini rasanya tidak sesuai. Untuk lebih jelasnya, mungkin gue akan bahas lain waktu.
***
Gue merenungi soal gaji ini selama berhari-hari. Kenapa, sih, demi sebuah kata bernama “gaji”, kita merelakan waktu terbuang begitu banyak untuk sebuah pekerjaan? Katanya, waktu lebih berharga daripada uang, kan? Mirisnya, kita rela lembur, pulang telat, bahkan ada yang menginap di kantor untuk menuntaskan pekerjaan itu. Kita meninggalkan keluarga (orangtua, istri/suami, anak, serta cucu), tapi itu semua juga demi menghidupi keluarga. Membingungkan.
Namun, tidak semua gaji itu harganya pas dengan segala hal yang telah kita korbankan. Masih banyak sekali perusahaan yang membayar karyawannya terlalu murah. Mempekerjakan manusia dengan semena-mena. Padahal, kita ini bukanlah robot. Kita ini butuh istirahat yang cukup.
Rasanya banyak waktu yang terbuang sia-sia demi mendapatkan gaji. Jungkir balik banting tulang, namun upahnya terlalu pas-pasan. Atau bahkan kurang. Sehingga kita perlu mencari tambahan dari kerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Oh, gaji… tolong hargai gue lebih mahal. Gue kerja cari duit, bukan cari penyakit. Oleh karena itu, gue ingin menyimpulkan tentang gaji ini. Jadi, kalau dipikir-pikir sebenarnya sebuah gaji itu memang ditukar dengan harga yang sangat mahal: waktu bersama orang tersayang.
***
PS: Oke, ini mah bukan sekadar kesel sama gaji yang kecil, tapi efek lagi kangen pacar juga sepertinya deh. Muahaha.
Diketik 10 Oktober 2016, gue berusaha menyempatkan menulis di jam makan siang. Maaf terlalu pendek tidak seperti biasanya. Gue hanya ingin berusaha konsisten update. Hoho!
0 comments:
Post a Comment