Cara Menghabiskan Waktu yang Efektif

Awalnya kukira cinta kita ini semu.
Sampai akhirnya aku mulai menyadarinya setelah kepergianmu.
Meluapnya hasrat untuk kembali bertemu.
Andai menahan rindu itu tak sepahit minum jamu.

Malam ini, aku benar-benar sedang merindu.
Sampai aku teringat kenangan masa kecil bersamamu ketika asyik bermain gundu.
Pertama kali kulumat bibirmu di bawah pohon randu.
Saat kurenggut keperawananmu itu, kau pun menangis tersedu-sedu.
Dan sejak saat itu, menyetubuhimu adalah candu.


***

Ada seorang pemuda yang tidak pandai atau malah tidak bisa merangkai diksi. Namun, ia masih saja rutin membuat puisi. Banyak teman-temannya yang bilang, kalau cita-citanya yang ingin menjadi penyair itu adalah sebuah ilusi. Bodohnya, ia tetap percaya dengan dirinya sendiri dan terus mewujudkan visi dan misi. Mungkin hal itu disebabkan karena ia terlalu sering membaca karya fiksi.

Sebenarnya pemuda ini mah sama saja dengan pemuda-pemuda yang lain. Yang membedakannya adalah, ia hampir tidak pernah serius dan sering sekali bermain-main. Bermain permainan virtual di laptopnya, bermain dengan kata-kata, atau bahkan bermain dengan pikirannya sendiri.

Dirinya sendiri pun terkadang sulit memahami apa yang sebenarnya ia pikirkan tentang hidup ini. Terkadang ia tidak begitu memedulikan orang-orang di sekitar karena sibuk sendiri. Misal ketika ia datang ke tempat makan cepat saji hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Membeli sebuah minuman lychee float kemudian duduk di kursi yang dekat dengan colokan. Pemuda ini memang suka dikenal dengan sebutan "pencari colokan".

Sambil menghabiskan minumannya, pemuda itu sama sekali tidak menghiraukan orang-orang yang berada di sekelilingnya dan memilih asyik sendiri. Entah itu mendengarkan musik di handphone-nya menggunakan earphone, entah membaca buku, atau entah gabungan keduanya. Tapi terkadang pula, ia meletakkan buku yang sedang dibacanya itu. Kemudian mematikan lagu yang terputar di ponsel miliknya dan melepas earphone dari telinganya. Setelah itu, ia mulai memperhatikan orang-orang di sekitarnya: ada om-om botak yang berumur sekitar 40 tahunan sedang makan ayam kentucky dengan lahapnya; ada gerombolan mahasiswa yang sepertinya sibuk mengerjakan tugas di laptopnya, tapi kemudian malah asyik ngobrol dan tertawa ramai-ramaitanpa memikirkan tugasnya sudah selesai atau belum; ada pula sepasang remaja yang masih mengenakan seragam SMA sedang bermesra-mesraan, apalagi si cowok mulai menciumi pipi kanan dan kiri si cewek secara bergantian seolah-olah mereka sedang berada di tempat mesum.

Pemuda ini hanya dapat tersenyum melihat aktivitas mereka. Pemuda ini kemudian berpikir, orang-orang ini sibuk sekali dengan dunianya sendiri dan tidak mengacuhkan orang di sekelilingnya. Ya, semua orang akan selalu seperti itu. Untuk apa memikirkan atau memperhatikan orang lain? Belum tentu juga mereka memikirkan atau memperhatikan dirinya. Percis seperti saat pemuda ini menghabiskan waktunya untuk mendengarkan musik sambil membaca tanpa peduli apa yang sedang terjadi di dekatnya. Bahkan gadis cantik yang jarak tempat duduknya tidak lebih dari 5 meter di depannya itu pun juga diabaikan oleh pemuda ini karena terlalu fokus membaca. Hal yang langka sekali bagi seorang pemuda normal pada umumnya. Kenapa ia bisa lebih memilih buku ketimbang memandangi ciptaan Tuhan yang aduhai itu? Hanya pemuda itu yang tahu jawabannya.

Pemuda ini kelihatannya sedang malas sekali untuk menulis. Sudah hampir seminggu ia tidak menuliskan apa-apa. Rasanya tumben sekali, karena biasanya pemuda itu akan merasa sakit kepala kalau sudah tidak menulis lebih dari tiga hari. Maka dari itu, ia memilih untuk membaca novel saja. Karena lazimya pemuda ini akan termotivasi untuk menulis dengan sendirinya sehabis membaca buku yang bagus. Ia merasa tertantang dan ingin juga menciptakan tulisan-tulisan yang keren. Ia punya mimpi kalau suatu hari nanti, karyanya itu bisa dipajang di sebuah rak best seller toko buku Gramedia.

Ya, buktinya pemuda itu mulai meraih handphone-nya yang tergeletak di atas meja dan segera mengetikkan beberapa kalimat. Kata demi kata ia coba susun, berharap menjadi cerita yang asyik dan menarik untuk dibaca. Ah, tapi sayangnya pemuda ini memang tidak terlahir sebagai seorang penulis yang hebat. Pemuda ini baru mulai belajar menulis ketika lulus SMA, tepatnya pada tahun 2012. Meskipun sudah mencintai bahasa Indonesia sejak SMP, tapi karena mengenal cinta kepada lawan jenis, dunia baca dan tulis itu pun justru ia tinggalkan. Barulah ketika pacarnya itu selingkuh, ia mulai membuat blog dan menceritakan segala kisah (terutama kesedihannya) lewat tulisan.

Ia memang hobi bercerita, tapi sayangnya ia tidak begitu mahir menceritakannya. Baik bercerita dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Karena setiap kali pemuda ini curhat kepada temannya, biasanya temannya itu tidak benar-benar menyimak. Temannya itu pasti mendengarkan ceritanya sambil bermain hape. Entah untuk membalas chat pacarnya, entah bermain Clash of Clans, atau entah malah membaca cerita dewasa.

Begitu juga ketika pemuda ini bercerita lewat tulisan. Masih jarang orang yang mau membacanya sampai habis karena tulisannya itu seringkali panjang-panjang dan kurang penting. Bahkan di blognya itu, mungkin saja ada orang yang tidak membaca tulisannya sama sekali dan langsung komen ala kadarnya hasil membaca kilat dari komentar-komentar pembaca sebelumnya dan hanya mengharapkan kunjungan balik. Lagipula, tulisan pemuda ini memang masih jelek. Benar-benar tidak menarik untuk dibaca. Membaca tulisannya itu sepertinya hanya akan menghabiskan waktu dengan sia-sia. Kalau kalian tidak percaya, coba tengok kalimat pembukanya. Itu kalimat pembuka yang buruk sekali. Masa pemuda itu membuka ceritanya dengan sebuah puisi menye-menye yang berbunyi, "Awalnya kukira cinta kita ini semu. Sampai akhirnya aku mulai menyadarinya setelah kepergianmu...."
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment