Jakarta Tidak Lagi Kelam

Sejujurnya, gue itu benci sama hari Sabtu. Apalagi kalau waktunya istirahat di rumah, eh tapi masih disuruh masuk kantor karena ada lemburan. Selain itu, gue juga benci sama malam harinya, ya malam Minggu. Malam yang penuh maksiat. Lalu lintas di Jakarta ini begitu macet karena banyak banget orang pacaran saat malam Minggu.

BAKAR SAJA ITU PASANGAN YANG MAKSIAT DI MALAM MINGGU!

Bukan. Gue kesel kayak gitu bukan karena gue jomlo. Lagian, gue juga nggak pernah iri kepada para pasangan yang memadu kasih di Sabtu malam ini kalaupun seandainya gue itu jomlo. Tentu saja saat ini gue punya pacar. Ehehe. Namun, gue sama pacar sudah sepakat kalau kencan itu jangan di malam Minggu. Pergi makan atau nonton, kan bisa di hari lainnya (dibaca: berhemat karena nonton pas weekend itu mahal). Lebih baik malam Minggu itu waktunya dipakai untuk menulis atau membaca. Membaca Alquran misal. Allahu Akbar. Tumben gue ngetik gini.

Ngomong-ngomong soal hari Sabtu atau malam Minggu, rasa benci gue terhadap hari Sabtu mulai berkurang atau malahan sudah mulai menyukai hari Sabtu. Itu semua karena gue terpilih untuk mengikuti acara "Jakarta Night Journey" bersama teman-teman bloger Indonesia Corners.


Oiya, Jakarta Night Journey itu merupakan kegiatan mengekplorasi beberapa tempat di Jakarta, di antaranya: Jakarta Smart City, Balai Kota Jakarta, Kota Tua, dan Monumen Nasional—yang lebih sering disingkat atau dikenal dengan nama Monas.

Kenapa gue bisa mendadak suka hari Sabtu?

Yeah, beginilah ceritanya.


***

Tidak seperti Sabtu sebelum-sebelumnya, pada tanggal 22 Oktober 2016 sekitar pukul 10.00 gue sudah mandi (biasanya mah weekend gak perlu mandi pagi, sore juga gak usah kalo lagi males). Muahaha. Lalu, sekitar pukul 12 gue sudah sampai di gedung Balai Kota berkumpul bersama teman-teman bloger yang lain untuk briefing mengenai acaranya.

Kami yang telah berkumpul rame-rame ini ternyata harus menunggu beberapa teman yang belum datang dan masih dalam perjalanan. Setelah semuanya berkumpul, barulah Mbak Dona dan Mas Salman, selaku founder Indonesia Corners, memulai briefing itu. Setelah berbicara mengenai beberapa hal selama 20-30 menit, akhirnya briefing itu selesai dan acara pun segera dimulai.

Jadi, kesimpulan atau hasil dari briefing itu adalah... gue gak tau.

PARAH! Iya, gue emang nggak dengerin. Huwahaha. Oke, bercanda. Intinya mah kami semua yang jumlahnya sekitar 35 orang (kurang-lebih) ini dibagi menjadi 4 kelompok dan tiap orangnya mendapatkan goodie bag. Gue kebetulan kebagian di kelompok 4. Lalu, kami juga memeriahkan acaranya di Twitter dengan live twit dengan sebuah tagar, supaya teman-teman yang tidak datang bisa mengetahui apa saja, sih, keseruan yang kami para bloger sedang nikmati ini.

Perjalanan dimulai dari mengunjungi Jakarta Smart City.

Jakarta Smart City



Kegunaan dari Jakarta Smart City ini adalah untuk menelusuri segala hal tentang Jakarta. Jadi, Jakarta Smart City ini mempunyai 6 indikator, yaitu; Smart Governance (pemerintahan transparan, informatif, dan responsif), Smart Economy (menumbukan produktivitas dengan kewirausahaan dan semangat inovasi), Smart People (peningkatan kualitas SDM dan fasilitas hidup layak), Smart Mobility (penyediaan sistem transportasi dan infrastruktur), Smart Environment (manajemen sumber daya alam yang ramah lingkungan), dan Smart Living (mewujudkan kota sehat dan layak huni). 

Untuk lebih jelasnya, kalian bisa langsung mengunjungi website: http://smartcity.jakarta.go.id/

Di web itu, kalian bisa mengakses peta kota DKI Jakarta. Bagi para pendatang, kalian nggak perlu nyasar deh. Lalu, kamu juga bisa mengecek atau melaporkan apa saja masalah yang ada di Jakarta dengan aplikasi Qlue. Btw, masalah yang dimaksud itu ya seperti sampah, jalanan yang rusak, kemacetan, dan kecelakaan. Bukan soal masalah seperti: mau malam Mingguan tapi nggak punya pacar, putus cinta karena pacar selingkuh sama sahabatmu sendiri, atau pacar sudah menghamili, tapi nggak mau tanggung jawab.

Bukan yang begitu.

Kalo yang kayak gitu mah lapornya ke Tuhan aja. Iya, salat dan berdoa yang banyak. Masya Allah, Yoga bener lagi.

Meskipun gue masih kurang puas dengan penjelasannya, tetapi kami sudah harus berganti tempat ke Balai Kota.

Balai Kota

Selama ini, gue hanya tau Balai Kota, tempat kerja Bapak Ahok (Gubernur DKI Jakarta) dari luarnya saja. Namun, kali ini gue bisa melihat langsung suasananya.

Beginilah keadaan di dalam. Ya, keadaannya mereka bukannya saling mengobrol malah pada mainan hape. Kelakuan anak zaman sekarang. Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.




Karena gubernurnya libur hari ini, maka gue hanya bisa berfoto dengan gambarnya saja. Huhu.


Eksis.





Tempatnya keren dan asyik banget. Udah gitu ada wifi gratisnya lagi. Lumayan banget, kan, buat fakir kuota kayak gue. Gue jadi bisa download JAV tanpa perlu menunggu kuota malam. JAV yang gue maksud itu Japan Anime Video, ya, semacam One Piece dan Naruto. 

Setelah puas foto-foto, kami segera menunggu Bus City Tour untuk pergi ke Kota Tua.

Bus City Tour



Sumpah, ini pertama kalinya gue menaiki bus tingkat di Jakarta. Iya, gue emang norak. Lebih noraknya lagi, gue baru tahu kalau ini gratis. Mantap bener! Di bus ini, gue hanya bisa mendengarkan musik. Ya, itu semua karena gue anaknya agak mabukan kalau naik kendaraan umum. Entah kenapa, gue lebih suka naik motor ke mana-mana. Hehe. Tolong dimaklumi.



Karena terlalu sering motret-motret dari acara ini berlangsung hingga perjalanan menuju Kota Tua, ponsel gue pun lowbat. Bodohnya, gue malah lupa bawa power bank. Syukurnya, ada salah satu teman gue yang mau meminjamkan power bank miliknya: Asus Zenpower Ultra. Masalah baterai yang sekarat ini pun teratasi. Gue bingung, kenapa bisa-bisanya sampai lupa membawa benda keramat bernama power bank ini.

Ya, tentu saja saat ini power bank sudah menjadi barang yang wajib (salat lima waktu kali yang wajib, Mas!) dibawa ke mana-mana. Apalagi bagi para bloger seperti gue ini yang sering ikut event. Yang mengharuskan gue untuk memfoto acaranya dan update akan acara itu di Twitter. Hal itulah yang sangat membuat baterai ponsel menjadi boros. Nah, Asus Zenpower Ultra ini rasanya cocok banget buat kami para bloger. Jadi gak perlu lagi ribet cari-cari colokan. Terus kapasitas dayanya sebesar 20.100 mAh. Wah, kondisi baterai udah nggak akan terancam bocor lagi deh seperti saat memakai produk yang sembarangan. Soalnya, udah pasti aman kalau menggunakan power bank Asus Zenpower Ultra ini. Super bener!


Kota Tua

Akhirnya, kami pun mulai terbebas dari macetnya Ibu Kota selama menaiki bus ini. Kami sudah sampai di Kota Tua. Namun, karena sudah kesorean, Mbak Dona bilang untuk nggak bisa berlama-lama di sini. Beberapa di antara kami pun tampak sedikit kecewa. Ah, tapi ya udahlah. Gak apa-apa. Toh, kami juga sempet berfoto di sini.

Museum kota tua (sumber: Instagram @ketikyoga)

perhatikan lingkaran merah, itu orang bukannya foto bareng malah sibuk sendiri

Di Kota Tua ini, kalian bisa menyewa sepeda ontel dan berkeliling di sini. Hohoho. Menyenangkan sekali bukan?

Karena terlalu sebentar, rasanya gue sulit menjelaskan istimewanya tempat ini. Intinya, Kota Tua ini termasuk tempat wisata yang wajib dikunjungi. Kota Tua ini adalah bangunan hasil peninggalan dari zaman Belanda, dan kalau tidak salah pada tahun 2015, Kota Tua ini sempat diajukan bersama 5 kota lainnya yang ada di Indonesia untuk tempat pariwisata terbaik. Kerennya, dua kota yang lolos ialah Sawahlunto (Sumatera Barat) dan Kota Tua (Jakarta).

Lalu, kami pun kembali menaiki Bus City Tour, inilah tujuan terakhir kami. Yoih. MONAS. Meskipun udah sering ke sini, entah kenapa gue tetap merasa excited kalau pergi ramai-ramai seperti ini. Kapan lagi ya, kan? Masa iya, ke Monas bareng pacar mulu. Ke pelaminan dong kalau sama pacar! :p

Saat perjalanan ke Monas, mau tidak mau kami harus bermacet-macetan ria lagi. Ehehe.

Monumen Nasional (Monas)

Begitu sampai di Monas, kami semua sudah seperti orang kelaparan yang tidak makan 3 hari (padahal gue belum pernah ngerasain itu). Eh, tapi ya lihat saja muka-muka lesu kami ini.



Sebelum memasuki Monas, kami semua makan terlebih dahulu di kawasannya, percis di dekat aneka jajanan. Setelah kenyang, barulah kami melanjutkan perjalanan ini. Yeah, inti dari semua perjalanan ini. Jakarta Night Journey: melihat kota Jakarta di malam hari dari atas puncak Monas.

Sore menjelang magrib itu suasana Monas begitu padat. Kemudian panas, gerah, dan bau ketiak membuat sore itu menjadi semakin kacau. Sampai akhirnya, kami harus tetap sabar saat masuk dan mengantre untuk menuju bagian atasnya.

Yeah akhirnya puncak! Ini puncak Monas ya, bukan puncak kenikmatan. Woahaha.

Di atas puncak Monas ini, gue merasa bahagia sekali. Baru kali ini gue bisa melihat cahaya lampu warna-warni yang menghiasi kota Jakarta ini dari ketinggian 115 meter (kalau ketinggian sebenarnya yang emas itu 132 meter); gue juga bisa merasakan nikmatnya semilir angin; dan yang terpenting gue bisa merasa semakin dekat dengan Tuhan.

 (sumber: instagram @ketikyoga alias saya sendiri)

Lucunya, gue masih bingung soal konsep Tuhan yang ada di atas langit ini. Lalu, sambil memandangi kota yang begitu penuh kekerasan dan kepedihan ini, gue pun merenung banyak sekali hal. Gue jadi berpikir, setinggi-tingginya gue berdiri di atas puncak Monas ini, pasti masih ada yang lebih tinggi, iya masih ada Tuhan.

Namun, gue tidak mengerti dengan pemikiran orang-orang yang merasa kalau Tuhan itu ada di atas mereka. Kenapa orang-orang mendengak ke atas langit untuk berdoa seolah-olah Tuhan itu jauh. Kenapa tidak menunduk menatap tubuh, padahal Tuhan itu tinggal di dalam diri dan hati ini?

Kemudian, gue berpikir kembali ke masa kecil. Dulu sekali, sekitar usia 4 tahun gue pernah ke atas sini sama orangtua pada pagi hari. Bokap yang waktu itu menggendong gue, sedangkan Nyokap yang memotret gue menggunakan kamera Kodak. Ah, sayangnya foto itu telah hilang entah ke mana. Kini, gue gak bisa lagi piknik bareng keluarga. Semuanya sudah pada sibuk masing-masing. Jangankan untuk piknik bersama, untuk makan bersama saja sudah jarang sekali.

Jujur, gue benci sekali dengan keadaan itu, tapi akhirnya gue mulai tersadar... kalau gue nggak bisa terus-terusan melihat ke masa lalu tentang indahnya kebersamaan bersama keluarga. Sekarang, gue sudah memiliki keluarga yang lain. Yeah, para teman-teman bloger Indonesia Corner. Mereka seru banget semuanya sepanjang perjalanan. Kami rasanya benar-benar berbahagia pada malam itu.



Kemudian, gue kembali merenung. Sejak baca buku Jakarta Undercover (Moammar Emka), pandangan gue mengenai Jakarta sangat buruk. Gue nggak nyangka, beberapa tempat yang biasa gue lewati itu ternyata dijadikan tempat prostitusi. Kacau sekali rasanya. Di pinggiran stasiun, bisa-bisanya dijadikan tempat maksiat. Suram.

Hingga hari ini pun datang.

Gue berdiri di atas puncak Monas ini sambil menyaksikan keindahannya. Jakarta sejak malam ini tidak lagi terasa kelam. Jakarta yang gue anggap kota busuk ini rasanya masih punya kebaikan di dalamnya. Meskipun kota ini sering macet (itu juga karena banyak yang melanggar lalu lintas), banyak kejahatan (penipu, pencuri, tukang jambret, penodong, koruptor), juga dunia malamnya yang penuh kemaksiatan. Gue masih percaya kalau Jakata ini masih ada sisi baiknya.

Gue masih ingat betul kejadian di mana dompet gue hilang karena terjatuh, lalu dompet itu dikembalikan ke rumah gue oleh bapak yang menemukannya. Uangnya masih utuh, tidak hilang sepeser pun. Padahal gue tahu betul, kalau cari uang di Jakarta itu sungguh sulit. Bagusnya, orang Jujur di Jakarta masih banyak.

Gue juga pernah melihat sebuah kecelakaan, waktu itu kondisi korbannya sudah gawat dan tidak sempat lagi kalau ingin memanggil dan menunggu datangnya ambulance. Nah, syukurnya di situ ada salah seorang relawan yang mau mengantarkan korban kecelakaan itu ke rumah sakit menggunakan mobil pribadinya. Orang itu tidak lagi memikirkan dirinya sendiri. Orang itu peduli terhadap sesama manusia.

Gue juga pernah melihat seorang nenek penjual es krim yang masih berjualan hingga malam hari. Beliau yang sudah renta itu lebih memilih berjualan daripada harus mengemis. Gue merasa bodoh sekali sering tidak bersyukur dengan keadaaan. Akhirnya, gue pun membeli es krim itu. Sebuah es krim rasa cinta.

Oh, Tuhan... kota ini indah sekali. Bantulah kami menjaganya.

Terlalu banyak merenung, tidak terasa acara ini sudah berakhir. Kami semua pun berpisah dan kembali pulang ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan pulang, gue mulai merasa kalau Jakarta tidak lagi kelam seperti pemikiran gue sebelumnya. Gue telah belajar banyak hal dari perjalanan ini.

"Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition oleh Indonesia Corners yang disponsori oleh Asus Indonesia."



Terima kasih.

PS: kekuatan deadline memaksa kreativitas gue keluar batas. Muahaha. Baru ngetik ini pukul 21.30 di hari terakhir.
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment