Campur Aja Semuanya Sampai Teler

Ketika kalian membaca judulnya, percayalah kalau ini tulisan bukan tentang mabuk-mabukan. Bukan pula tentang narkoba yang bikin orang teler. Karena ini semua tentang... campur-campur.

Gue mulai merasa kalau cuaca di Jakarta lagi labil-labilnya. Misalnya kemarin habis hujan deras, tapi besoknya malah panas mentereng. Contohnya seperti beberapa hari yang lalu: gue gak mandi karena hujan dari pagi hingga sore. Lalu keesokan harinya, gue malah mandi tiga kali. Pagi, siang, dan sore.

Pembukaan macam apa ini, sih? Bukan ini padahal yang mau gue bahas. Duh, lama gak nulis rasanya kaku parah.

Oke-oke, jadi gini.
Gue belum pernah ke neraka (ya iyalah bangsat!), namun gue merasa hari itu rasanya seperti di neraka (lebay gak gini juga, Mas). Hari itu, gue baru kelar mandi siang (padahal pagi tadi udah mandi), anehnya gue tetap aja merasa gerah. Kemudian gue duduk di depan kipas angin, tapi masih belum juga merasa sejuk. Dan akhirnya, gue pun berniat membeli es krim. Entah kenapa, gue merasa kalau es krim itu bisa menyejukkan. Termasuk menyejukkan hati.

Tanpa berpikir panjang, gue segera mengambil dompet dan bergegas ke minimarket. Gue terlalu cepat menghabiskan es krim itu. Sayang sekali sejuknya es krim tidak dapat bertahan lama. Ini hawanya bener-bener panas. Apa iya Bumi lagi pindah ke Merkurius?

Mencoba move on dari es krim, gue segera berpikir tempat mana yang ademnya bisa bertahan lama, ya?

Mengingat Jakarta kurang banyak fasilitas taman (sekalinya ada malah buat mesum, emaap jujur), dan yang banyak malah mal, maka gue memutuskan untuk ngadem di mal. Gaul banget, kan, ngadem aja ke mal?

***

Anehnya, di pertengahan jalan menuju mal, gue memutuskan untuk menepi karena melihat gerobak tukang es campur di pinggir kanan jalan. Gue pun memarkirkan motor dan memesan es teler.

“Makan di sini apa bungkus?” tanya si Abang Tukang Es Campur (Teler).

Gue yang niatnya mau pergi ke mal rasanya gak mungkin bawa-bawa es teler ke dalam mal. Oleh karena itu, gue menjawab, “Di sini aja, Bang.” (plis jangan dibayangin sambil nunjuk-nunjuk hati)

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya es teler itu pun tersaji di hadapan gue. Pertama-tama, gue menyeruput airnya terlebih dahulu. Beuuuhhh. Tenggorokan gue rasanya seger benerrr. Kemudian barulah gue mulai menikmati nangka, kelapa, dan avokadnya.

Tidak butuh waktu lama, semua buahnya habis gue santap. Tapi sayang, airnya masih tersisa banyak karena gue sudah merasa kenyang. Di saat merasa kenyang seperti ini, tiba-tiba es teler ini mengingatkan gue akan sebuah kenangan bersama perempuan. Ya, perempuan.

Gue masih ingat jelas di saat kami bertengkar dan diam-diaman saat pertama bertemu. Gue masih hafal tentang diri gue yang saat itu tidak sabaran dan paling benci menunggu. Iya, jadi gue waktu itu sempet kesel banget sama dia karena udah sotoy tentang Jakarta. Membuat gue mondar-mandir menjemputnya karena dia salah memberitahukan di mana posisinya turun dari bus. Dan setelah itu kami memilih untuk menonton film saja karena bingung mau ke mana lagi.

Dan gue nggak nyangka, hal itu telah terjadi hampir setahun yang lalu. Udah lama juga, ya. Dan bisa-bisanya kenangan itu muncul. Gue mendadak mengingat kenangan itu cuma karena kami berdua pernah makan es campur di tempat ini sepulang nonton film.

Entah dari mana, gue dulu bisa-bisanya menyejukkan hubungan yang tadinya panas itu hanya dengan mengajaknya makan es campur berduaan (yaiyalah gue yang traktir, dia pasti seneng).

Gue hanya tersenyum mengingat itu. Gue mulai berpikir, bahwa sesuatu hal memang selalu punya kenangan tersendiri. Baik itu sebuah tempat, lagu, barang, bahkan makanan atau minuman favorit. Es teler ini misalnya.

Es Teler yang membuat perasaanku campur aduk~

Gue masih terdiam dan rasanya enggan beranjak dari tempat ini. Sambil memandangi mangkuk berisi kuah es teler yang belum habis itu, gue pun melihat sebuah wajah perempuan lain. Bukan lagi tentang dia, tapi seseorang perempuan yang jauh lebih memorable.

Bangkhe. Kenangan tentang es campur ini malah membuat gue semakin bernostalgia.

***

“Ciyeeh yang abis gajian :p, traktir ica kaleeee”

Begitulah kalimat yang muncul saat pertama kali mengenangnya.

Iya, kalimatnya alay memang. Tapi dia ini tidaklah alay. Dia justru cewek yang hits dan gaul abis menurut gue. Sungguh terlihat jelas dari gaya berpakaiannya yang mengerti akan fashion. Jadi, dia itu adalah teman satu sekolah gue saat SMK. Gue pertama mengenalnya tahun 2011 saat masih duduk kelas 11. Gue bener-bener nggak sadar ada perempuan secantik dia di sekolah. Belakangan diketahui, ternyata dia adalah murid pindahan sekolah lain.

Gak perlu munafik kalau suka sama dia hanya karena penampilan fisik. Lucu banget sumpah suka sama orang kok kayaknya gampang begini. Tapi yang paling lucunya adalah, gue telah memiliki pacar saat itu. Jahat nggak, sih, gue udah punya pacar tapi masih naksir cewek lain?

Dan hal lucu berikutnya adalah, tanggal lahir kami berdua sama. Ya, 24 Mei. Bedanya hanya di tahun. Dia kelahiran 1994, gue 1995. Dia satu tahun lebih tua dari gue. HALAH! PERSETAN DENGAN UMUR.

Entah kenapa, buat gue umur hanyalah sebuah angka. Tidak ada larangan untuk menjalin hubungan berapa pun umurnya. Kecuali umur 25 sama umur 4 tahun.

ITU MAH PEDOFIL SEMPAK!

Apakah dalam berpacaran kalau si cowok usianya lebih muda dari si cewek hubungannya bakal nggak baik? Gak, kan? Dan si cewek juga gak perlulah sok-sok punya kriteria pasangan yang umurnya harus lebih tua dari dia. Tua belum tentu dewasa, kan? Setuju?

Anjir. Sok iye banget kalimat barusan.

Btw, lanjut.

Oiya, daripada menyebut si cewek ini dengan “dia”, maka anggap saja namanya Rani (sumpah kangen banget pake nama tokoh fiksi ini).

Ah, rasa suka terhadap Rani ternyata harus gue kubur. Iya, gue sadar kalau sudah punya pacar. Nggak mungkinlah gue deketin cewek lain pas udah punya pacar (jangan sok bijak lu, Yog!). Dan akhirnya, Rani pun punya pacar juga. Setelah itu kami tidak pernah berkomunikasi, meskipun masih suka tidak sengaja bertemu di sekolah. Kami hanya sibuk menjalani hubungan kami masing-masing. Sampai di pertengahan tahun 2012, kami pun lulus dari sekolah. Dia memilih melanjutkan kuliah, sedangkan gue memilih untuk bekerja. Kami semakin jauh. Gak pernah lagi ada temu di antara kami.


Setelah kerja sekitar dua bulanan, gue akhirnya putus sama pacar karena dia SELINGKUH DUA KALI. Rasanya diselingkuhin dua kali itu bener-bener membuat gue mati rasa. Gak ada rasa percaya lagi sama yang namanya cinta.

Cih. MAKAN TUH CINTA!

Bodohnya, 2 bulan setelah berkata seperti itu, gue pun menjilat ludah sendiri. Gue gak sengaja bertemu Rani lagi. Kini dia hadir menggantikan bayangan mantan yang terus menghantui. Dia mulai memancarkan sebuah cahaya cinta, membuat gue percaya lagi akan apa itu cinta suci (najis sumpah ngetik ini). Dan akhirnya pertemuan itulah yang membawa gue sampai diledekin soal gajian di chat BBM.

“Ciyeeh yang abis gajian :p, traktir ica kaleeee.”

Sehabis dia meledek gue soal gajian, gue kemudian iseng mengajaknya makan berdua di Waroeng Steak. Tapi dia menolak ajakan itu. Karena kalimat “Ciyeeh yang abis gajian :p, traktir ica kaleeee.” Itu hanyalah sebuah candaan darinya. Dan gue menanggapinya terlalu serius. Pffftt.

Gue sudah lumayan sering mengajaknya pergi, tapi ya tetap saja kami gak pernah pergi keluar. Hanya sebatas dekat di chatting.

Sampai suatu ketika dia BBM gue, “Mau jemput Bokap? Tadi gue kayaknya ngelihat lu deh.”
FYI, kantor bokap gue emang dekat sama rumahnya.

Gue membalas dengan jujur, “Hahaha. Enggak. Ini masih siang, yakali Bokap udah pulang. Itu baru masuk. Tadi nganterin sekalian beli es campur.”

“Oh. Kirain. Wah, enak tuh! Sayangnya gue lagi pilek, sih. Ehehe.”
“Yaelah, pilek doang. Es campur nikmat banget loh~”
“Tapi gue lebih suka es telernya sih.”

Dengan songongnya gue segera memfoto dan mengirimkan gambar es campur tersebut.

Dan Rani langsung chat, “Kampret! Gue lagi pilek gini dibikin pengin. Awas aja kalo gue udah sembuh!”

“Tenang, kalo udah sembuh, gue traktir! :p”

Sayangnya, kami gak pernah makan es campur atau es teler itu berduaan. Sampai dia sembuh. Bahkan, sampai saat ini. Menyedihkan sekali, Yog....

Biarpun begitu, at least gue sempat bahagia sama dia meskipun belum pacaran.

Gue masih ingat jelas kami dulu begitu dekat. Kemudian gue yang memilih jujur mengutarakan perasaan ke dia lewat chat karena dia gak pernah bisa diajak ketemuan. Dia bilang hal itu kecepetan (mungkin karena gue baru putus 2 bulan, terus malah deket sama dia), tapi karena dada ini rasanya terlalu sesak memendam rasa untuknya, ya gue harus akui hal itu. Bahwa memang dia yang buat gue move on. Dan perasaan itu bukan sekadar pelarian.

Gue pikir, sejak jujur ngomong kayak gitu kami bakal saling menjauh. Eh, ternyata kami semakin akrab. Gue masih inget perkataan temennya, “Dia susah deket sama lawan jenis. Ya, kalo dia bisa akrab. Itu tandanya mah ada perasaan.”

Entahlah temennya cuma mau bikin gue seneng apa gimana. Yang jelas, gue bisa melihat hal itu dari matanya. Iya, ketika pertama dan terakhir kalinya kami hang out. Kami makan berduaan di Kaepci sebelum nonton film “Breaking Dawn 2”. Dia memesan Kaepci Bento dan masih ngeluh laper sambil bilang, “Pengin beli burger lagi rasanya.”

“Serius lu?” tanya gue.

“Iya, beli dua burger lagi nih kayaknya baru kenyang.”

WADEFAK. Dia ngomong gitu padahal baru makan nasi. Hahaha.

Hari itu, niatnya gue pengin banget menyatakan perasaan gue lagi. Ya, ceritanya kali ini secara langsung. Kampretnya, dia malah bahas mantan gue. Damn! Gue canggung abis. Namun, gue terus berusaha mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Setelah merasa cair lagi, eh lidah gue terasa kaku. Gue mencoba rileks. Gue pun menarik napas, dan... temannya tiba-tiba muncul. Yah elah. Merusak suasana. Tapi ya udahlah, karena kami memang janjian nonton bertiga bareng temennya.

Mungkin nanti aja, batin gue. Besok-besok, kan, bisa jalan bareng lagi.

Namun, sampai tulisan ini dibuat, kami nggak pernah jalan bareng lagi. Yaps, Rani udah punya pacar. Bahkan udah 3 tahun lebih mereka pacaran. Mereka terlihat sangat serasi. Rani juga sekarang sudah bekerja di Bank Capek Antri (gak usah disingkat nanti sensornya gagal). Hidupnya udah bahagia tanpa hadirnya gue.

Sedangkan gue melihat diri gue sendiri. Gue masih gini-gini aja. Pacar gak ada. Karier belum jelas. Hidup berantakan. HAHAHA.

Apa jadinya kalau gue waktu itu sama dia? Sepertinya justru dia malah kecewa, tidak sebahagia seperti sekarang.

Duh, kayaknya terlalu banyak, ya, gue mengenang. Tapi mengenang itu bagi gue sangatlah lucu. Gimana gue bisa-bisanya nonton film yang bahkan gue nggak ngerti jalan ceritanya. Iya, karena gue baru nonton yang “Twilight” (episode pertama), sedangkan “Breaking Dawn 2” itu episode kelima. Gue masih inget ketika nggak terlalu fokus nonton film itu, karena gue malah menonton wajahnya yang serius dan terhanyut akan film drama absurd.

Gue juga masih inget jelas bagaimana dia membuat gue terpaksa mencari tahu tentang One Direction. Padahal sebelumnya, gue gak ngerti sama sekali mengenai itu boyband. Gue jadi mulai ngafalin lagu-lagunya. Meskipun cuma tau lagu “One Thing” sama “What Makes You Beautiful”.

HAHA. LUCU SEKALI.

Duh, ini kok bisa-bisanya gue masih inget kejadian yang lama hampir sedetail itu? Itu udah sekitar 3-4 tahunan yang lalu, Yog. Huft. Dari kejadian ini gue pun mendadak menyimpulkan,

“Bahwa seseorang yang belum sempat kita miliki itu ternyata malah paling sulit dilupakan.”

***

BANGSAT. ABIS VAKUM TULISANNYA KOK BEGINI, YOG?

WOAHAHA. Yeah, gak peduli deh tulisan ini campur aduk. Yang penting blog ini bisa kembali terisi. \m/

Hallo, Blogger. Izinkan saya menulis lagi, ya~
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment