Belum Selesai

Sejujurnya, belakangan ini gue lagi sedih banget. Gue lagi punya masalah (semua orang juga punya masalah oy, dasar kelabang sumur!), tapi nggak tau harus cerita sama siapa, kecuali sama Tuhan. Mau curhat seperti biasa di blog ini aja gue bener-bener ragu, makanya kemarin-kemarin gue memilih untuk tidak menulis apa-apa di blog ini.

Gue memang keseringan menulis dari keresahan. Gue juga mencoba untuk selalu menulis dengan jujur. Tapi kayaknya, untuk saat ini gue gak bisa. Padahal kalo membaca lagi deskripsi blog ini: menulis, cuhat, dan berbagi akan membuat hidupku bahagia, itu tandanya gue cuma butuh cerita (tentunya dengan menulis) supaya bebannya lebih berkurang. Serius nih, sepertinya untuk cerita—tentang masalah yang sekarang lagi gue hadapi—di blog ini rasanya berat banget. Kira-kira beratnya sekitar dua ratus empat puluh enam tujuh juta sembilan ribu lima ton. Apaan?!

Gue kadang suka males kalo cerita hal-hal yang bikin sedih. Lah, bukannya kemarinan juga pernah cerita yang sedih-sedih, Yog? Oiya, ya. Hehehe.

Suara di dalam pikiran bilang, Ya udah, cerita lagi aja!

Nggg... bukannya apa-apa, tapi nggak semua kesedihan itu harus dibagi, kan. Betul begitu?

Banyak orang yang selalu berusaha menyembunyikan sifat melankolisnya. Mencoba memakai topeng alias fake smile. Atau bisa dibilang setiap orang selalu memiliki sisi yang tidak ingin diperlihatkannya ke orang lain. Di depan teman-teman dia berusaha untuk ceria dan hidupnya nggak kenapa-kenapa, namun aslinya di belakang layar dia menderita.

Intinya, kalau dianalogikan itu seperti main-stage dan back-stage. Di mana main-stage adalah keadaan dia yang ditunjukkan ke setiap orang, sedangkan back-stage itu keadaan yang disimpan sendiri dan nggak ada orang yang tahu.

Dan gue, belakangan ini lagi sering memendam beberapa hal yang akhirnya semakin menumpuk. Santai aja, gue tidak memendam Nyi Pelet, kok.

ITU MAH DENDAM, KARYO!

Oke, maaf-maaf. Garing amat ini, ya, main pelesetan. Gak ada jokes lain, Yog? Bodo, ah. Duh, lama nggak nulis kok jadi suka ngaco begini dah tulisannya?

Well, gara-gara keadaan suka memendam itu, gue jadi pusing sendiri. Bener-bener nyakitin diri sendiri deh. Selain itu, ada juga akibat lainnya. Jadi banyak hal yang gak selesai-selesai. Beberapa yang bisa gue sebutin di sini, yaitu:

1. Proyek WIDY ketunda. Duh, jadi gak enak, kan, sama mereka bertiga. Rencananya Maret akhir udah kelar, eh sekarang udah bulan Mei aja. Cerita bersambung itu masih stuck. Itu tokoh si Mei dalam Proyek WIDY pasti udah marah-marah kayaknya minta dikelarin. Hahaha.

2. Tulisan untuk sebuah novel personal literatur. Waktu awal Januari, gue pernah bilang lagi pengin meneruskan naskah (awal bikin proyek ini pas September 2015) dan gue targetin April 2016 bakalan selesai, tapi sampai sekarang itu draf baru sempet kesentuh sedikit. Sedikit banget malah.

3. Tugas Makalah Ekonomi Internasional dari awal April sampai sekarang belum gue apa-apain. Padahal tugas itu jadi syarat wajib UAS, dan kalo nggak salah dikumpulinnya Sabtu depan. GOKIL. UDAH MEPET DEADLINE INIH. ARGGGHHHH!

4. Sehat.

5. Sempurna.

Entah apa lagi yang belum bisa gue selesaikan. Sebenernya banyak, tapi yang bisa gue sebutkan itu aja deh. Satu-satunya yang sudah selesai adalah bulan April di tahun 2016. Bulan di mana gue merasa gak berguna banget. Bulan di mana gue nggak produktif menulis. Bulan di mana gue hampir kehilangan harapan. Iya, tadinya gue udah nggak tau lagi mau hidup untuk apa (sumpah ini hal terbodoh dalam hidup gue).

Namun, setelah dipikir-pikir lagi, gue pun tersadar. Bahwa, seberat apa pun masalahnya; sekacau apa pun keadaannya; sedikit apa pun kemungkinannya; harapan itu jangan sampai hilang.

Seperti kutipan yang pernah gue baca di buku "Relationshit":
“Mungkin manusia masih bisa bertahan hidup tanpa makanan, tapi tidak ada manusia yang bisa bertahan hidup tanpa harapan.”

Baiklah, gue harus bisa melawan diri sendiri. Jangan pernah mau dikalahin sama Yoga satunya lagi. Terus lawan aja, jangan sekalipun nyerah. Karena bertarung lawan sama diri sendiri itu memang nggak ada habisnya sampai akhir hayat. Gue harus percaya, kalau harapan itu memang masih ada. Meskipun hanya 0,01% (SUMPAH INI LU LEBAY BANGET WOY!).

Setidaknya, hidup ini belum selesai. Jadi, gue masih ada kesempatan buat memperbaiki semuanya yang telah gue sia-siakan. Pokoknya gue nggak boleh kehilangan harapan sebelum waktunya selesai (mati).

PS: Usahain baca terus setiap hari, Yog. Buat pengingat di kala penyakit itu kambuh lagi. Semangat, yak! (walaupun kadang kata semangat dari orang lain kurang begitu ngefek, namun semangat dari diri sendiri itu sesungguhnya sangat berguna wakakak).

Auk ah, ini gue dari tadi ngetik apaan.

Jakarta, Kamis, 5 Mei 2016 sepulang kerja freelance yang bayarannya (menurut gue) tidak sesuai dengan jam kerjanya yang rasanya bikin mencret dan kurang tidur ini.
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment