Tanggal 26-27 September 2015 diselenggarakan sebuah acara Hari Komunitas Nasional, tepatnya hari Sabtu dan Minggu kemarin. Lokasinya berada di lantai 3 (rooftop) Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.
Sebagai anak yang pengin gaulnggak sibuk, gue memutuskan untuk hadir di hari Minggu. Tidak ingin datang sendirian, gue menanyakan ke beberapa temen di komunitas Jabodetabek. Hasilnya, hanya segelintir orang yang menjawab.
Gue janjian sama Darma, Karin, dan Nurul untuk naik kereta (commuter line). Kami janjian bertemu di Stasiun Manggarai jam 10.
Mengetahui kebiasaan mereka (sebenernya gue juga) yang suka ngaret, akhirnya kami baru mulai jalan dari rumah sekitar setengah 11. Dan janjian untuk bertemu di Manggarai pun nggak jadi. Kami malah bertemu di Stasiun Tebet sekitar pukul 11 kurang lebih.
Setelah itu, kami berlima: gue, Darma, Karin, dan Nurul menaiki mikrolet 44. Itu orangnya baru empat woy! Oiya, satu lagi pacarnya Nurul: Paber (atau biasa dikenal dengan nama Andreas).
Saat sudah di angkot, terjadilah perbincangan,
“Jam 10 di Manggarai, ya,” kata gue sambil melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 11.20.
Mereka berempat juga ikutan melihat jam tangan sambil tertawa, “HAHAHAHA.”
“Eh, ini nanti turun di mananya?” tanya Darma.
“Wah, gue udah lama banget nggak pernah ke daerah sini,” kata gue.
“Apalagi gue,” tambah Karin.
“Kira-kira udah kelewatan belum, ya?” tanya Nurul.
Kami semua belum pernah ke Kota Kasablanka.
***
Keren juga ya mal ini pintunya bisa muter-muter. Batin gue saat pertama kali masuk mal.
Seumur-umur, gue baru tahu Mal Taman Anggrek yang pintunya bisa muter-muter. Ternyata, ada juga mal lain yang begitu. Apa nggak pusing itu pintu muter-muter terus?
Makluminlah, biasa main di warteg terus kakinya yang satu diangkat. Jadi, agak-agak norak kalo ngunjungin mal-mal baru.
Lupakan soal mal. Yang lebih penting, kami lupa acaranya di mana. Tidak ingin terjadi kesotoyan, kami bertanya kepada security. Setelah diberi tahu tempat percisnya, kami langsung menuju ke lantai 3.
Melihat banyak orang yang ikutan masuk ke tempat itu, kami menduga itulah tempatnya. Tanpa babibu, gue dan yang lainnya segera masuk untuk diperiksa oleh petugas keamanan yang berdiri di depan pintu.
Saat gue dan Karin sudah mulai melangkah masuk, tiba-tiba petugas satunya malah memberhentikan kami.
“Kalian pada mau ke mana?” tanya si petugas itu.
“Ke acara komunitas, Pak,” jawab kami kompak.
“Maaf... tapi ini gereja,” katanya. “Kalau mau ke acara yang komunitas di sebelah sana.”
MALU MAMPUS.
Tidak ingin menambah kemaluan (dibaca: rasa malu), kami langsung pergi dari tempat tersebut.
***
Akhirnya, sampe juga di depan pintu masuk acara HKN2015. Baru di depan aja udah lumayan rame. Baru juga dateng, eh udah ada beberapa orang yang bertanya-tanya dan menyuruh kami untuk mendaftarkan komunitas kami. Karena nggak tau apa-apa, gue cuma bisa bilang, “Oh, iya-iya. Nanti dulu, soalnya lagi nunggu ketuanya.”
Setelah itu, kami foto-foto di depan.
Sudah terlalu penasaran dengan acara itu, kami langsung masuk ke dalam (di mana-mana masuk pasti ke dalam. Ini bener-bener nggak menambah informasi).
Ketika sudah di dalam, kami segera melihat-lihat beberapa komunitas; komunitas batik, komunitas sosial donor darah, komunitas fotografi, dan lain-lain.
Komunitas dedek-dedek gemes kenapa nggak ada, ya? Kata gue dalam hati.
Ternyata acara Hari Komunitas Nasional 2015 ini membaginya menjadi 8 bagian:
1. Kesehatan (Health)
2. Pendidikan (Education)
3. Lingkungan (Environment)
4. Hak Asasi Manusia (Human Rights)
5. Gerakan Kepemudaan (Youth Movement)
6. Teknologi dan Media (Technology and Media)
7. Seni, Budaya dan Sejarah (Art,Culture and History)
8. Gaya Hidup (Lifestyle)
Pantesan kagak ada dedek gemesnya. Kecewa gue.
Namun, gue sebenernya tidak kecewa oleh hal itu, melainkan karena tempatnya yang kurang luas.
“Ekspektasi gue ketinggian nih,” kata gue ke Karin.
“Sama, Yog!” ujar Karin. “Ya udah, yang penting selfie dulu aja,” lanjutnya sambil mengeluarkan HP.
cissss |
Jarak antar booth yang satu dengan yang lain memang terlalu dekat. Sehingga para pengunjung menjadi sesak saat menikmati acaranya.
Dari kiri: Karin, Nurul, Andreas, Yoga, Darma |
Cuma WB satu-satunya komunitas yang kami tahu. Oleh karena itu, kami memilih keluar dari tempat ini. Sebelum keluar, kami malah nyobain membuat batik karena penasaran.
Serius banget. Yang foto si Darma |
Dan ini hasil karya gue:
batik ala yoggaas |
Jelek banget. Wuahahaha.
Mereka datang satu per satu. Awalnya Uni, lalu kami masuk lagi ke tempat acaranya, lihat-lihat sedikit, dan keluar lagi.
Kemudian datang Ucup, lalu kami masuk lagi ke tempat acaranya, lihat-lihat sedikit, dan... ketahuan banget copas-nya. Saat ingin keluar lagi, datanglah Adi. Salaman, dan segera menuju ke masjid untuk salat Asar.
Kami juga sempat foto-foto sama admin WB.
Yoga, Darma, Karin, Dicky, Nurul, Uni, dan Nuri |
Acaranya di lantai 3, sedangkan masjid di lantai LG. Yak, benar-benar bikin kaki copot. Karena bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja, kami memutuskan untuk menunggu sampai Magrib.
Melihat beberapa foto keseruan kami, Reza pun bilang berniat untuk datang di grup WA. Kebetulan rumahnya memang dekat dengan KoKas.
Setelah bertemu Reza, kami langsung naik lagi ke atas. Saat lagi menuju ke lantai 3, kami malah bertemu Uni, Nuri, Adi, dan Ucup yang membawa beberapa tentengan.
“Kok turun?” tanya salah satu dari kami.
“Iya, udahan,” jawab Uni. “Tapi yang lain masih pada buka, kok.”
Reza yang baru datang dan ingin mampir kestand WB, eh stand-nya malah sudah tutup. Sedih.
Mungkin dalam hatinya Reza berkata, “Ah, tak apalah, yang penting bisa kumpul-kumpul dan menjalin silaturahmi.”
Seandainya dia seperti itu, mulia sekali.
Kami semua pun mencari tempat makan di area UKM dekat Carrefour. UKM di sini maksudnya Usaha Kecil Menengah bukan Unit Kegiatan Mahasiswa. Apalagi Unit Komunitas Mesum.
Kami ngobrol-ngobrol sampe jam 8 dan setelah itu pulang.
***
Pulangnya, gue naik kereta lagi bersama mereka—teman-teman yang tadi kumpul di Stasiun Tebet. Di Stasiun Tanah Abang, gue dan Karin berpisah dengan yang lain.
Di sinilah hal kampret itu terjadi. Untuk menuju ke Palmerah (tujuan gue), dan Serpong (tujuan Karin) kami harus naik-turun tangga untuk mengejar kereta yang ada di seberang. Keretanya penuh banget. Hampir aja kami berdua ketinggalan kereta.
Karin naik ke gerbong khusus wanita. Dan gue berusaha berlari untuk naik ke gerbong yang biasa.
“Udah naik ke gerbong ini aja dulu, Yog. Udah mau jalan, nih,” kata Karin.
Mau nggak mau, sudi nggak sudi, gue pun segera naik ke gerbong khusus wanita. Setelah berada di dalam, ternyata banyak juga cowok-cowok yang naik di gerbong ini.
Lah? Aneh.
Dengan cueknya, gue langsung pegangan ke bulet-bulet (sumpah ini bukan dada wanita, maksud gue pegangannya untuk penumpang yang berdiri. Gue nggak tahu apa namanya).
Nggak berapa lama datang petugas keretanya. Dengan kejamnya ia bilang, “Tolong, bagi yang merasa cowok segera pindah ke gerbong sebelah.”
Sebagai cowok sejati, gue tidak terima dengan kalimat kampret itu dan langsung melangkahkan kaki untuk pindah ke gerbong biasa. Beberapa penumpang cowok juga segera pindah. Namun, gerbong sebelah penuh banget.
Gue malah berada di tengah-tengah. Antara gerbong khusus wanita dan gerbong biasa. Sumpah, ini ngeri banget. Gimana kalo sambungan gerbong ini putus? Astagfirullah. Amit-amit.
Lebih parah lagi, takut disangkain cowok yang setengah-setengah. Nah, itu jauh lebih mengerikan!
Hari Minggu gue gini amat ya Allah. HAHAHA. Ah, gapapalah. Yang penting bisa nulis pengalaman seru ini!
Tadinya tulisan ini mau diketik pada hari Minggu sepulang dari acara itu. Namun, saking capeknya gue malah ketiduran dan hari sudah berganti menjadi Senin.
Btw, gimana hari Minggu kalian? Oiya, selamat beraktivitas kembali. Semangat!
0 comments:
Post a Comment