Sebentar lagi bulan Agustus akan berakhir, tapi sampai saat ini gue masih jadi pengangguran.
Lah, malah curhat.
Lupakan kalimat pembuka kampret itu.
Dua jam sebelum tulisan ini gue ketik, gue sedang menonton pertandingan sepak bola antar RT. Pertandingan ini merupakan bagian dari perlombaan memeriahkan acara 17 Agustus-an. Walaupun tanggal 17 sudah lewat, kita masih berada dalam euforianya. Masih ada beberapa wilayah yang menyelenggarakan perlombaan.
Ngomong-ngomong, yang barusan gue tonton adalah finalnya. Gue juga kaget, baru pertama kali nonton masa udah final aja. Ya, selama ini pertandingan dilaksanakan pada hari Sabtu. Di mana hari itu gue kuliah dan nggak sempet nonton. Akhirnya, sekarang gue bisa nonton perlombaan sepak bola itu. Kebetulan RT 003—wilayah gue tinggal—adalah salah satu finalisnya.
Menurut gue, perlombaan sepak bola di daerah gue ini sangat tidak menarik. Iya, karena umurnya dibatasi. Maksimal umurnya adalah 14 tahun. Parah banget. Masa lombanya hanya untuk anak-anak aja. Terus remaja-remaja umur 15 sampai 20-an gimana? Diskriminasi umur nih. Ya habisnya, kan, gue juga pengin ikutan.
Terus juga kasihan banget kalo ada kakek-kakek bangka yang juga pengin ikutan lomba. Seharusnya kasih kesempatan kepada mereka agar bisa bahagia di akhir hidupnya.
Eh, maaf.
Sayangnya, gue datang terlambat saat menonton. Jadinya, sekitar lapangan sudah dipenuhi oleh para penonton dan gue pun nggak kebagian tempat duduk (padahal emang kagak ada tempat duduknya).
Gue berusaha mencari-cari celah yang kosong agar bisa ikut melihat pertandingannya. Akhirnya, gue menemukan satu tempat—yang belum terlalu ramai—di pojokan dekat tempat corner.
Gue menepuk pundak salah seorang laki-laki, “Udah berapa-berapa?” tanya gue.
“Baru mulai, kok. Masih kosong-kosong,” jawab orang itu.
“Thanks.”
FYI, untuk mengatakan angka seharusnya bukan dengan kata “kosong”, tetapi yang benar adalah “nol”. Namun, karena kita sudah terbiasa dengan kata-kata itu dalam keseharian kita. Ya udahlah, anggep aja bener.
Ah, sok editor banget dah gue.
***
Pada babak pertama, pertandingan terlihat begitu membosankan. Sampai tim lawan berhasil mencetak gol, barulah tim RT 003 menjadi lebih semangat untuk menyamakan kedudukan. Para suporter mulai ricuh. Mulai menghina tim lawan dengan kata-kata kasar. Mereka begitu antusias dan bersemangat untuk mendukung tim RT 003. Namun, gue sendiri malah tidak bersemangat. Karena ya... gue males aja jadi penonton. Pengin main juga. Pengin jadi pusat perhatian para penonton saat gue berhasil mencetak angka.
Halah. Sadar, Yog... sadar. Inget umur. Efek udah lama nggak pernah main bola gini, nih.
Tim RT 003 sudah berusaha melancarkan serangan, tapi tak ada satu pun gol. Babak pertama pun berakhir. RT 006 berhasil memimpin satu angka.
***
Saat babak kedua dimulai, beberapa tetangga gue—yang satu RT maupun beda RT—mendadak semakin berisik mendukung tim RT 003. Dari mulai memainkan drum sambil menyanyikan lagu Netral yang lirik “Garuda”-nya diubah menjadi “RT tiga”, sampai lagu “Helly Gukgukguk” liriknya digunakan untuk mencela RT enam—tim lawan.
“RT TIGA DI DADAKU. RT TIGA KEBANGGAANKU. KUYAKIN HARI INI PASTI MENANG!” teriak para suporter RT 003.
Suara yang jelek dan pukulan drum yang asal-asalan terdengar jelas di telinga gue. Mereka tidak peduli dengan nadanya, yang penting tetap menyanyikan lagu itu sampai habis untuk menyemangati para tim RT 003.
Sayangnya, tim yang didukung ini bukannya membalas keadaan, tetapi malah semakin terpuruk. Tim lawan berhasil menambahkan skor menjadi 0-2.
Kemudian, mereka ganti lagu dengan bawa-bawa kata “anjing” yang bermaksud menghina tim lawan. Karena panitia ngomel-ngomel dan memberi nasihat agar tidak mengeluarkan kata-kata kasar, para suporter langsung menyanyikan lagu religi.
Kira-kira seperti ini:
“HELLY. GUK. GUK. GUK. KE MARI. GUK. GUK. GUK. RT ENAM EMANG ANJ*NG. HELLY. GUK. GUK. GUK. KE MARI...”
“Tolong, ya. Jangan ada kata-kata kasar. Nyanyi yang baik-baik aja,” potong si panitia.
Mendengar nasihat panitia, mereka langsung berteriak, “YA NABI SALAM ALAIKA. YA RASUL SALAM ALAIKA. SHOLAWATULLAH ALAIKA.”
Absurd banget.
Pertandingan pun berakhir dengan kekalahan wilayah gue. Sesuai dengan RT-nya, tim RT 003 dikalahkan dengan skor 0-3. RT gue emang cemen abis. Eh, tapi nggak juga, sih. Kalo cemen nggak mungkin sampai ke final. RT gue mah jago. Hohoho. (ceritanya bangga RT gue bisa masuk final)
Ya, kalah dan menang itu hal wajar, kok. Lagian, tim lawan gue akui emang lebih jago. Hehe.
Tapi denger-denger, sih, tim lawan telah melakukan kecurangan. Kalau ada beberapa anak yang memalsukan akta kelahirannya. Ya... misal umurnya yang sudah 17 tahun, lalu diganti menjadi lebih muda: 14 tahun. Ada juga salah satu anak yang udah jenggotan kayak kambing (ini serius). Gue curiga dia ini siluman kambing. Makanya tim RT 003 jadi kalah. Entahlah, apa hubungannya.
Kalo gue lihat-lihat, emang tim lawan itu besar-besar. Bukan. Bukan itunya, kok. Badannya maksud gue. Yakali gue sampai merhatiin ke bagian-bagian itu. Astagfirullah. Kalian jangan terus-terusan mikir mesum apa... nanti kayak gue.
Sebenernya, perlombaan ini memang tidak menarik, tetapi kemeriahan penonton membuatnya menjadi sangat seru. Hidup penonton!
Apalagi saat salah satu anak dari RT 003 dicurangi, wasitnya malah diam saja. Beberapa suporter langsung berteriak, “WASITNYA DISOGOK”, “WASITNYA IKUT TARUHAN!”, “WASIT TAI KUCING.”
Anjir. Ternyata mereka ini pada norak sekali. Bener-bener kampungan. Dasar alay! Percis kayak gue sekitar tujuh tahun yang lalu saat menjadi suporter.
Kasihan juga jadi wasit sepak bola antar RT. Udah dibayarnya nggak seberapa, atau malah nggak dibayar. Eh, malah dihina-hina dan dituduh kalau nerima uang suap dari tim lawan.
Jadi wasit itu emang miris banget, udah nggak ada yang dukung, tapi kalo ada apa-apa dia yang disalah-salahin.
Tim RT 003 dapet teriakan dan dukungan dari para penonton, "Ayo maju RT tiga. Kalian pasti menang."
Tim RT 006 pun begitu, dapet sorakan dan kata-kata penyemangat, "RT enam pasti juara. Tidak mungkin kalah."
Sedangkan wasit, si wasit dapet apa? Para penonton pasti berteriak, "WASIT GOBLOK! WASIT BEGO!"
Kasihan.
PS: Itu bit Gilang Bhaskara juara 2 Suci 2, yang gue edit.
At least, tim RT 003 tetap menjadi juara. Iya, juara kedua. Meski kalah dalam pertandingan, tapi tim ini menang dalam kejujuran. Yoih.
Meskipun RT gue kalah, tetapi ada pesan moral dari kejadian ini. Yaitu, kalah dan menang itu wajar dalam perlombaan. Yang penting kita harus tetap menjunjung tinggi yang namanya kejujuran. Kita juga harus cinta damai. Jangan sampai ada pertikaian antar RT. Karena perlombaan yang diselenggarakan ini niatnya memang untuk hiburan, bukan malah perselisihan.
Asoy banget kan tulisan ini segala pake pesan moral. Huahaha.
Terima kasih. Kalau di daerah kalian ada perlombaan sepak bola kampung kayak gini juga, nggak? Pada rusuh juga nggak, sih? Cerita-cerita dong. Hehehe.
0 comments:
Post a Comment