Kumpul Blogger Keempat di Ragunan

Setiap tempat selalu punya kenangan tersendiri. Begitu pun cerita tentang tempat yang satu ini: Ragunan.

Ngomong-ngomong soal Ragunan, kalian pasti pernah baca cerita gue dengan seorang pacar—yang sekarang udah mantan. Iya, sekarang udah mantan. Gue perjelas itu. Huwahaha.

Sebenarnya, sudah ada beberapa mantan juga yang pernah gue ajak ke kebun binatang di daerah Jakarta Selatan ini. Sampai pada suatu ketika, temen gue bilang, “Jangan ngajak pacar ke Ragunan lagi, Yog. Nanti ujung-ujungnya putus.”

Iya, temen gue terlalu percaya mitos. Sayangnya, gue enggak percaya. Sampai mantan terakhir yang pernah gue ajak ke Ragunan, gue masih tetep nggak percaya. Lagian, ke Ragunan itu hemat banget buat pacaran. Tiket masuknya aja per orang hanya Rp.4.500,-. Ini mah emang dasar gue aja yang pacaran ngirit.

Oke, abaikan kalimat pembuka di atas. Gue akan bercerita tentang Kumpul Keblog ke-4 bersama teman-teman Jabodetabek. Untuk melihat cerita kopdar sebelumnya, kalian bisa klik label kopdar atau klik INI.

***

Kali ini, yang menjadi PJ ( Penanggung Jawab ) adalah Darma dan Salam. Berhubung Salam sibuk kerja, Salam tidak begitu memikirkan tentang kopdar. Beda sekali dengan Darma, dia begitu pusing memikirkan acara kumpul-kumpul ini. Padahal, dia sendiri lagi sibuk skripsi. Di grup, Darma terlihat begitu lemah dengan keluhan-keluhannya.

Dia mengirim teks, “Yang pada dateng kopdar nanti siapa aja, ya?”
Tidak ada respons sama sekali.
“Ah, gue dicuekin mulu nih di grup. Gue ngundurin diri jadi PJ ajalah.”
Gue mendadak kesal karena tingkahnya, gue langsung mengetik, “LEMAAAHHH!”
“Udahlah, gue left grup aja.”

Iya, tiba-tiba Darma mengetik seperti itu karena beberapa kali di-bully sama anak-anak di grup, yang sebenarnya adalah bercandaan. Gue yang paling sering ngeledekin, mendadak merasa bersalah. Ini anak kalo beneran left gimana? Batin gue.

“Dar, gue bercanda doang. Udah jangan nangis.”

Tak ada balasan. Gue pun takut Darma bunuh diri karena stres oleh ledekan teman-teman di grup. Yang mungkin sebenarnya dia stres karena skripsi yang tidak kunjung kelar.

“Maaf, Yog, tapi air mata ini telah menetes.”

Melihat ada respons darinya, gue langsung berseru, “Alhamdulillah, dia nggak jadi bunuh diri.
Membaca teks itu sekali lagi, gue berteriak, “ASTAGFIRULLAH, GUE MEMBUAT NANGIS SEORANG COWOK. TIDAAAKKKKK!”
***
Minggu, 14 Juni 2015.

Darma, Salam, dan Doni alias Dijeh mengabari di grup Whatsapp kalau mereka sudah sampai di Ragunan.

Gue yang masih di perjalanan pun langsung memacu kendaraan lebih cepat. Begitu sampai, gue langsung membeli tiket dan segera masuk. Setelah masuk, gue pun mengecek obrolan di grup.
Mengingat Kebun Binatang Ragunan yang begitu luas, kami sempat main cari-carian. Gue, Dicky, Reza, dan Tata telah kumpul berempat. Kini, giliran mencari Darma, Salam, dan Dijeh.

Tiba-tiba HP gue berdering, gue lihat ada panggilan masuk dari nomor telepon yang tidak terdaftar.
“Halo, Yog.” Terdengar suara cowok di telepon. “Ini gue Doni. Lu di mana?”
“Gue di kandang macan. Lu?” kata gue.
“Pintu utara 3.”
“Itu di mana, ya?” tanya gue.
“Di deket patung gajah yang ada burung-burung.”
“Oh, oke.” Kemudian telepon gue tutup.

Padahal gue tidak begitu ingat di mana patung gajah yang ada burung-burung. Namun, berkat kesotoyan gue, kita bertujuh pun sudah berkumpul. Iya, bertujuh, cowok semua pula. Kami sudah seperti boyband yang akan manggung di kebun binatang. Kami memang benar-benar anti mainstream.

***

Karena bingung ingin ke mana, kami bertujuh kemudian memutuskan untuk salat Zuhur. Selesai salat, kami menunggu kedatangan teman-teman yang lain di kolam yang tengahnya terdapat patung primata sedang breakdance.

Sambil menunggu yang lain, Salam kemudian mengeluarkan HP-nya dan bermaksud mengajak groufie.

Cheese.
  


Tak lama setelah itu Ucup datang.
Beberapa saat kemudian, Kak Feby pun hadir sebagai pemanis di antara batangan ini.

Kami memilih untuk makan terlebih dahulu karena beberapa orang mengeluh lapar. Apalagi pas Darma bilang, “Nanti tenang aja, makan gue yang bayarin.”
Gue yakin, mereka yang sudah kenyang pun akan mendadak lapar lagi kalo ada yang traktir.

Dasar pecinta gratisan!

Setelah makan selesai, Dijeh pamit undur diri karena ada aktivitas lain. Semoga saja Dijeh nggak kapok untuk ikut kopdar lagi. Kopdar pertama buat dia, mungkin terasa sangat buruk. Iya, pada ngaret semua anak-anaknya. Ditambah cewek yang ikut hanya satu orang.
Sebelum Dijeh pulang, kami menyempatkan foto-foto dulu. Setidaknya, ada kenangan untuk si Dijeh.

Kampret, gue malah blur


Kemudian Azis datang menyusul. Kalian boleh baca cerita kopdar ini menurut sudut pandang Azis: Meet Up Blogger Jabodetabek.

***

Setelah semuanya berkumpul, kami mulai acara kumpul ini dengan memperkenalkan diri masing-masing. Lalu, kami juga ngobrol-ngobrol seputar tentang blog, tips-tips agar blog ramai, dan beberapa hal lainnya.

“Eh, si Tiwi bener nggak ikut, nih? Gue cewek sendirian?” tanya Kak Feby kepada yang lain.
“Nggak jadi, tapi si Imas katanya pengin nyusul,” jawab gue.
“Oiya, Zis, denger-denger lu sempet jadian sama Tiwi?” tanya Tata kepada Azis.

Azis membisu.

“Iya, Zis, itu beneran apa hoax doang, sih?” sahut gue.
“TAEEE HOAX. WAKAKAKAK,” celetuk salah satu dari kami. Mereka langsung tertawa.
“Udahlah,” kata Azis. “Yang lalu biarkanlah berlalu.”

Kemudian dilanjutkan dengan game jempol yang biasa disebut ayam-ayaman. Kalau hanya sekadar bermain, itu rasanya kurang seru. Nah, ini ada tantangannya, yang kalah harus foto selfie sama om-om.



Foto kiriman Feby Yolanda (@febyyol) pada



Namun, di permainan ini tidak semuanya ikutan, Ucup dan Azis hanya menonton saja. Kampret emang mereka berdua.
 Lebih kampretnya lagi, di saat temen-temen gue jempolnya sudah tinggal satu, gue masih memiliki 2 jempol.

TAAEEEEEE SIAP-SIAP KALAH INI GUE MAH.

Ucup begitu senang melihat gue yang masih memiliki 2 jempol.

“Gue demen banget nih kalo si Yoga yang kalah. Hahahaha,” ujar Ucup sambil ketawa.

Permainan semakin menengangkan, di mana peserta tinggal 4 orang lagi. Jempol gue pun akhirnya tersisa satu. Di mana semuanya sama rata hanya memiliki 1 jempol. Jantung gue juga semakin berdebar, sumpah deg-degan juga kalo harus foto sama om-om.
Alhamdulillah, gue tidak jadi kalah. HAHAHAHA. Ucup pun langsung kesal atas kenyataan ini.
Reza yang kalah di permainan ini.

Ini ada videonya:
Video kiriman Reza Pratama (@repratamaaa) pada


Setelah itu, kami berlanjut main lagi. Kali ini, Azis bersedia ikutan, sedangkan Ucup masih tetap cemen.

Permainan berlangsung begitu cepat, sampai-sampai tidak terasa tinggal gue dan Darma.
“Dua,” kata gue sambil mengangkat jempol.
Darma tidak mengangkat jempolnya.
Sialan.

“Satu,” kata Darma sambil mengangkat jempolnya.
Gue tidak mengangkat jempol.
Bego.

Yak, gue kalah di permainan kedua ini. Ucup begitu bahagia melihat penderitaan gue.

Gue pun langsung mencari bapak-bapak untuk diajak selfie.
Pertama kali mengajak bapak-bapak untuk foto, gue ditolak mentah-mentah.
Ya, Tuhan, gue ditolak sama om-om. Parah.

Akhirnya, gue pun berhasil mengajak bapak-bapak foto. Melihat foto yang hanya setengah mukanya, mereka menyuruh foto ulang.


KAMPRET. INI MAH NGERJAIN GUE WOI!

Setelah itu, gue pun mencari om-om yang lain.
Sumpah kalimat di atas tadi dibacanya nggak enak banget ya, Allah.

Taraaaaa, selfie sama om-om pun berhasil.




Setelah gue berhasil dikerjain, mereka semua memilih untuk udahan.

PARAH.

Mereka semua kayaknya sekongkol, ini permainan memang sengaja untuk ngerjain gue.
Bangsaaa... ah sudahlah. Lagi puasa, gue nggak boleh marah-marah ngetik ini.
Selama ngobrol-ngobrol, mereka semua meledek gue yang ditolak sama om-om.
“Sama om-om aja lu ditolak, Yog. Gimana sama cewek?”
Astagfirullah.
“Kalo sama cewek, mereka pasti mau diajak selfie,” bantah gue.
“Coba buktiin!”

Sialan.

***

Gue melihat jam tangan, jarum pendeknya menunjukkan angka 3, dan jarum panjangnya menunjukkan angka 7. Sebentar lagi akan jam 4, tetapi Imas belum juga hadir.

Tepat 5 menit sebelum pukul 4 sore—loket Ragunan tutup—Imas pun datang. Setelah Imas datang, kami langsung bilang, “Yuk pulang.”

Dalem. Banget.

Udah jauh-jauh dari Bekasi, begitu sampai ia malah diperlakukan seperti itu. Hahaha.
Karena hari semakin sore, kami memutuskan untuk pulang.
Seperti biasa, sebelum pulang kami foto-foto.

Atas : Dicky, Tata, Darma, Salam, Yoga, Azis
Bawah : Reza, Ucup, Imas, Feby




Kami semua rata-rata parkir motor di Utara, sedangkan Ucup parkir di Timur, dan Salam parkir di Barat.
“Itu Salam ke Barat pengin mencari kitab suci kali, ya,” ujar gue, random.
“WAKAKAKAK ANJIR.” Mereka semua tertawa.

***

Saat di jalan menuju parkiran, Imas tiba-tiba bilang, “Eh, ke mana dulu gitu, yuk. Masa gue bentar banget.”
“Ke mana?” tanya Kak Feby.
“Emang ada mal di deket sini?” tanya gue.
Tata dan Azis kemudian mengusulkan ke Pejaten Village yang biasa dikenal Penvil.
Sampai di sana, kami langsung ke lantai yang paling atas. Awalnya, gue mah asyik-asyik aja karena tempat makannya terdapat colokan untuk nge-charge HP.

Begitu tau harga makanannya, gue langsung teriak dalam hati, TEMPAT MAKAN APAAN NIH?! NGGAK ASYIK!



Bayangkan saja, harga es teh manis yang segelasnya goceng. Coba kalo di warkop, goceng mah dapet 2. Maklum, gue pengangguran, harus irit.

Sebelum makan, kami memilih untuk foto-foto makanan terlebih dahulu. Iya, soalnya makanan mahal, biar kekinian harus foto dulu sebelum makan biar bisa upload ke Instagram.

 
Obrolan kami semakin malam semakin seru. Kami mulai membahas tentang blog lagi, Reza menyarankan kepada gue untuk ganti template, atau merapikan template yang sekarang. Oiya, Reza ini lumayan jago soal htML. Eh, maaf, maksudnya HTML. Kalian bisa kunjungin blog-nya: Reza Pratama. Kemudian si Tata juga menyarankan kepada gue tentang header. Tata ngerti banget soal desain, karena desain memang passion-nya. Btw, vector wajah yang ada di header gue itu dia yang bikin, loh. Mau bikin vector kayak gitu juga? Coba aja mampir ke blog dia di: Bad Journal. Nanti kalian bisa bicarakan lebih lanjut.

Mengingat hari semakin malam, kami pun sepakat untuk pulang. Seperti biasa, sebelum pulang, kita harus foto-foto.




Oiya, buat yang ngatain gue ditolak sama om-om, gue buktikan ini.

“Yog, kamera depan lu sama Reza bagusan mana?” tanya Imas.
“Nggak tau, deh,” jawab gue.
Kemudian Imas meminjam HP gue dan membuka aplikasi kamera.
“Yog, lihat deh, lampunya kuning banget.”
Gue menoleh dan melihat ke kamera.
“Kuning, kan?” tanyanya.
Gue hanya tersenyum dan mengangguk, kemudian Imas malah memencet tombol capture.
Oh, Imas bermaksud mengajak foto bareng. Bilang aja ngapa dari tadi! Kata gue dalam hati.
Klik.

Dan,


Kenapa Azis begitu sirik di tulisannya?

Karena,

“Zis, tolong fotoin dong,” kata Imas.

Iya, Azis cuma disuruh motoin.




Jadi, kalo foto sama cewek gue nggak ditolak, kan? Malahan gue yang diajak foto. Huwahaha.

Oke, terima kasih sudah membaca cerita nggak jelas ini. Nantikan cerita kumpul-kumpul selanjutnya.

SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment