Menjadi Penonton Bayaran

Huft, malem Minggu.

Gue jadi pengin curhat lewat tulisan. Gue mau curhat tentang kisah konyol yang gue lalui seminggu yang lalu.

Jadi awalnya gini.


Rizki—temen SMP gue—mengirimkan DM di Twitter, “Yog, mau jadi penonton bayaran nggak lu? Bayarannya 80 ribu, di acara lipsyncdi televisi masa kini.”
“Serius lu? Lumayan tuh bayarannya. Tapi jadi alay dong?” balas gue.

Gue merenung akan tawaran itu. Uang 80 ribu bagi pengangguran kayak gue itu lumayan. Tapi, kalo gue jadi penonton bayaran, bisa-bisa nanti gue jadi alay dong? Tapi gue butuh duit juga. Ah, pusing pala Ultraman.

“Pokoknya, besok acara dimulai dari jam 1 siang, terus kelar  jam 9 malem. Ikut kagak, nih? Ayolah ikut, Yog!”

Ikut nggak, ya? Batin gue.

Rizki pun meminta nomor gue, dan kami pindah dari DM ke WhatsApp. Ini gue semacem kayak dimodusin, segala dimintain nomor dari DM. Sama cowok pula. Tae bener.
Ia lalu menjelaskan kalau di televisi masa kini itu nggak akan alay seperti acara Banghsyat di acara TV lain.

Setelah gue pikir-pikir, gue pun menyetujuinya. Rizki juga menyuruh gue untuk mengajak orang lain.
Gue memberikan kabar ke grup-grup WhatsApp. Sebenarnya banyak yang minat, tapi mereka pada sibuk di hari itu. Mau nggak mau, ya gue sendirian deh.

Seingat gue, kejadian itu jatuh pada hari Kamis tanggal 22 Mei.

Jarak dari rumah ke studio televisinya kira-kira hanya 30 menit, itu kalau nggak macet. Sekitar jam 2 gue berangkat dari rumah, dan sampai di sana sekitar jam 3. Nggak usah diceritain ya kenapa bisa sampe sejam. Ya, lu tau gue kan? Punya hobi: nyasar. Hobi paling anti mainstream.
Gue menunggu  si Rizki di sebuah masjid di dekat studio. Ketika gue WA, ternyata si Rizki masih di jalan.

Kampret.


***

Sekitar jam 4, Rizki pun WA gue, ia mengabari gue kalau dirinya sudah sampai di studio. Tanpa pikir panjang, gue langsung masuk ke studio itu.
Setelah masuk di area parkir, gue dihampiri sama security-nya, “Ada keperluan apa ya, Mas?” tanya security.

“Ngg... jadi penonton bayaran, Pak. Bener kan ini studionya?” kata gue, dengan malu-malu.
“Penonton bayaran apa, ya?” tanya si security.
*DHEG*
Setelah dijelasin, ternyata gue salah studio.

TAEEEEE. MALU BANGET GUAAAAA. ANJIRRRRR.

Gue kira udah bener itu tempatnya. Eh, salah. Dasar Yoga si hobi nyasar!

***

Gue sudah bertemu dengan Rizki dan beberapa teman-temannya yang kira-kira ada belasan orang. Gile. Banyak. Amat. Gue nggak nyangka si Rizki ini bawa rombongan. Gue juga tadinya berpikir, kalo gue telat dateng dan acara sudah dimulai. Nggak taunya, para crew masih menunggu para artisnya yang ngaret.

Kami pun saling berkenalan satu sama lain. Dari obrolan-obrolan itu, gue nggak nyangka kalau kami yang rombongan ini baru pertama kalinya menjadi penonton bayaran. Ternyata oh ternyata, mereka juga adalah mahasiswa yang merangkap sebagai anak kosan. Lebih jelasnya, mereka memang butuh uang seperti gue. Pantes aja mereka rela jadi penonton bayaran, uang bulanannya mungkin kurang.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 16.36, kami disuruh masuk ke dalam.

Sumpah, ini pertama kalinya gue menjadi penonton bayaran. Gue nggak tau apa-apa nanti acara ini bakal kayak gimana.

Setelah memasuki studio, gue melihat di panggung terdapat seorang wanita cantik—salah satu crew di televisi masa kini—yang berumur 20-an, lalu Omesh si pembawa acara itu, Titi Rajo Bintang, Soleh Solihun, dan Pongky Jikustik.
Gue melihat keadaan di sekitar, banyak anak-anak ABG dengan penampilan norak. Yang cewek dandannya menor, yang cowok dandan agak kecewek-cewekan. Kayaknya, sih, mereka seumuran anak SMA.

Gue langsung menyesal telah datang ke studio ini.

Gue punya dua pilihan di sini: 1) Stay cool, atau 2) Ingin rasanya gue cepat-cepat pulang dan langsung berteriak, “TIDAAAKKKKKKK, GUE BELUM SIAP JADI ALAAAYYYYY.”

Tapi, jika gue berteriak seperti itu, gue takut digebukin para alay yang ada di sekitar gue.
 Belum lagi nanti disangka orang gila dan diseret-seret sama security.
Gue pun lebih memilih pilihan pertama.

Lagian, gue memang lagi butuh uang. Lumayan kan 80 ribu.
Kami hanya disuruh tepuk tangan ketika artisnya nanti muncul di panggung. Tidak terlalu alay seperti acara yang ada ritual ‘cuci-cuci dan jemur-jemur’ itu.

Tapi gue tetaplah gue, gue tidak berbakat menjadi alay. Gue memilih berdiri di paling belakang, juga memilih berdiri di belakang orang yang lebih tinggi dari gue. Pokoknya, jangan sampai gue terkena sorot kamera.

Di setiap episodenya, selalu ada 3 bintang tamu. Nah, bintang tamu pada hari itu adalah:
1.Marcel Darwin
2.Luna Maya
3. Seorang koki udah tua, gue lupa siapa namanya.

Ketika para bintang tamu itu dipanggil, anak-anak alay ini langsung pada sorak-sorak dan tepuk tangan. Gue yang nggak ngerti apa-apa, hanya berdiam diri.
Akhirnya si Rizki bilang, “Yog, tepuk tangan aja ikutan. Lu kalo diem aja nanti disuruh naik ke atas panggung, loh.”
Gue panik. Dengan berat hati, gue juga ikutan tepuk tangan.

Marcel Darwin yang jadi pembuka waktu itu.
Selama dia lipsync, para penonton bayaran ini pada tepuk tangan dan teriak-teriak. Gue dan beberapa rombongan yang baru pertama kalinya itu hanya bisa diem dan menunduk.
“Itu mereka semua udah pada pengalaman apa, ya?” tanya gue ke Rizki.
“Namanya juga alay, Yog.”

Kira-kira setelah 15 menit syuting, ada jeda 5 menit untuk menunggu giliran bintang tamu yang lain untuk bersiap-siap ganti pakaian atau latihan lipsync.

Gue yang sedang duduk sambil curhat di grup WA, tiba-tiba ditepuk oleh seorang laki-laki. Hmm, maaf, maksudnya semi laki-laki. Oke, serius. Jadi cowok yang kecewek-cewekan gitu dah. (dibaca: ngondek )

“Lu kuliah di mana? Tinggal di mana?” tanya si semi laki-laki.
Gue diem aja.
Terus gantian dia nyolek si Rizki, dan bertanya hal yang sama.
Rizki menjawab terlalu ngarang dan bilang nggak kuliah. Si semi laki-laki ini pun masih penasaran sama gue. “Heh, lu kuliah di mana?”
“Gue baru aja kelar UN, baru mau lulus SMA. Belum kuliah,” jawab gue ngaco.
“Oh,” kata dia memandangi wajah gue. “SMA mana emang?”

MAMPUS GUE.
Ini cowok kepo banget. Kalo diperhatikan, kayaknya si cowok ini adalah homo.

Gue masih bergeming dan tetap menunduk menatap layar hape. Gue langsung curhat sama salah seorang cewek temen blogger kalo digodain cowok homo.

Dia seneng banget gue ceritain gitu.

Parah. Menertawakan dan senang-senang di atas penderitaan orang lain.

Bagusnya, acara langsung berlanjut, dan si cowok homo itu pun kembali fokus melihat panggung.
Penampilan selanjutnya, yaitu Luna Maya. Gue baru tau, si Luna Maya sekurus dan setinggi itu. Ini pertama kalinya melihat dia secara langsung. Gue bersyukur bukan seorang alay, tidak seperti yang lain, yang selalu jerit-jerit setiap melihat artis.

Kampungan!

Setelah itu, lanjut ke bintang tamu ketiga.

***

“Eh, ini udah kelar? Gini doang 80 ribu?” tanya salah satu orang dari rombongan.
“Nggak tau, deh,” jawab gue.
“Ada 3 taping, ini baru pertama. Berarti 2 kali lagi,” ujar Rizki.
Buseh dah. Ini sekali taping aja gue pegel banget. Eh, ternyata masih ada 2 kali lagi.

Sekitar jam 18.18, kami jeda untuk salat Magrib. Dan kami disuruh kembali lagi ke studio jam 19.00.
Setelah selesai salat Magrib, kami mencari makanan di luar.

***

Jam 18.55 kami langsung segera kembali ke studio.
Sialnya, acara itu belum dimulai juga. Dan lebih parahnya lagi, sampai pukul 20.00, kami masih menunggu di luar studio.
“Ki, lama amat. Mending balik aja, deh,” kata gue.
“Yeh, jangan dong, Yog. Tungguin aja sebentar lagi. Rugi kita udah ikut sekali taping,” kata Rizki merayu gue.
“Iya, lumayan tau 80 ribu,” ujar anak yang lain.
Mau nggak mau, gue tergoda akan uang 80 ribu. Murah sekali gue. Artis AA aja 80 juta. Astaghfirullah.

Merasa bete telah menunggu sejam, gue pun pergi ke toilet untuk mencuci muka sekalian buang air kecil. Di toilet, gue melihat para cewek-cewek alay ini selesai berganti pakaian.
Anjir. Ini orang pada niat banget. Nonton acara, jadi penonton bayaran sampe bawa baju ganti dari rumah. Gue curiga, mereka bawa banyak baju ganti. Karena ada 3 taping, maka bisa dipastikan mereka membawa 2 kaos atau baju di dalam tasnya.
Gile.
Sebenernya, para alay ini nggak punya malu atau gimana, ya? Atau jangan-jangan menjadi penonton bayaran adalah passion?

ALAY OH ALAY. BEGITUKAH PASSION-MU? SANGAT KEREN DAN BERMANFAAT SEKALI!

Lupakan soal alay. Biarkan mereka bahagia.

Setelah bertanya sama crew, kami diberitahu kalau acara ini bakal diundur sampai jam 9 malam karena bintang tamunya banyak yang cancel.
Saking betenya menunggu, gue chat teman blogger yang tadi. Gue bercerita tentang kejadian-kejadian dan kelakuan para alay. Dia seneng banget gue ceritain begitu. Gue malah diledekin bakal ketularan jadi alay juga. Huft.

GUE TIDAK ALAY, WOY! GUE TERPAKSA MENJADI PENONTON BAYARAN! CAMKAN ITU!
***

Sudah pukul 21.00, acara pun belum dimulai. Gue mulai gelisah dan ingin segera pulang saja. Capek dan ngantuk campur jadi satu. Ah, pokoknya udah nggak peduli sama uang 80 ribu itulah.
Gue bilang sama Rizki untuk pulang, dia pun tidak enak karena sudah mengajak dan membuat gue bete. “Tungguin bentar lagi, Yog. Tanggung kita udah nunggu 2 jam. Sayang tau bayarannya.”
“Iya, 80 ribu. Lumayan loh itu,” celetuk salah satu dari rombongan.
“Kata crew-nya malah ditambah jadi cepe, Yog!” tambah si Rizki.

Gue tersenyum dan tetap melangkah pergi.

Maaf, gue nggak bisa dibayar seharga 80 ribu ataupun 100 ribu. Harga diri gue mahal banget, nggak bisa dibeli pake uang. Gue udah disuruh nunggu 2 jam lebih ini tuh seperti dipermainkan.

Gue pun mengikhlaskannya. Rezeki nggak akan ke mana, kok. Udah ada yang ngatur. Batin gue

Ah, anggap aja itu acara amal. Lumayan juga sih, gara-gara ikut acara itu gue jadi bisa nulis cerita konyol ini. Gue juga bisa menertawakan para alay. Gue juga bisa chatting sama dia, dan lebih senengnya lagi bisa membuat dia tertawa. Eaaakk, ini apa pula yang terakhir.

***

24 Mei 2015

Tiba-tiba si Rizki WA gue, “Yog, nomor rekening lu berapa?”
Setelah bertanya-tanya apa maksud dari WA itu, ternyata gue tetep dapet bayaran. Alhamdulillah.
Tuh bener, kan? Rezeki nggak akan ke mana.
Udah ah, segitu aja curhatnya. Udah panjang banget ini gue cerita. Huwahahaha


Terima kasih sudah membaca.
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment

0 comments:

Post a Comment