Mulailah menulis dengan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri. – J.K. Rowling
Membaca quote di atas, gue merasa semakin asik untuk menulis. Karena setiap menulis, memang kebanyakan berdasarkan pengalaman-pengalaman gue. Kadang juga curhatan-curhatan gue. Makanya menulis tuh rasanya seru.
Kalian yang baca tulisan ini, ngerasa gitu nggak, sih?
Kalo menulis itu rasanya asik, seru, menyenangkan, bikin bahagia. Pokoknya nikmat deh.
Tapi, menulis bukan sembarang menulis. Saat ini, untuk menjadi seorang penulis juga harus belajar menulis dengan sungguh-sungguh.
Bukan seperti zaman SD yang hanya belajar menulis, “Ini Ibu Budi.”
Ngomong-ngomong, Budi itu siapa, sih? Siapanya Pak Bambang? Bambang itu siapa?
Sumpah, gue nggak tau.
Dih, bego. Nanya sendiri jawab sendiri.
Gue riset, para blogger kalo menulis di blog. Itu sembarangan banget, ya. Ada yang pernah nulis gini, “Halo teman-teman semua, maaf ya gue baru bisa updatepostingan. Kemarin gue lagi banyak banget tugas, nih. Kacau tuh gurunya. Terus kuota gue juga abis. Jadi, baru bisa update sekarang deh.” Klise banget, ya? Nggak mau banyak tugas? Nggak usah sekolah! ALASAN saja.
Sebelumnya pernah gue bahas di tulisan yang Kalimat Pembuka .
Sebagai seorang blogger, tentunya gue pernah menulis kayak gitu. Ya itu udah dulu kok. Maafkan saya. Itu menjijikan. Dan lebih menjijikannya lagi, tulisan gue curhatan semua, cengeng-cengeng kalo dibacain. Sedih kalo dibaca-baca lagi. Tapi gapapa, karena itu untuk pembelajaran. Kalo gue juga pernah menulis sembarangan. Asal tulis. Yang penting kan tetap menulis.
Ternyata nggak gitu, Gaes. Menulis juga butuh kualitas. Bukan sembarang kuantitas. Memang sih, kuantitas itu penting. Semakin banyak tulisan, semakin banyak yang baca. Tapi tetep, kualitas itu utama banget. Ya ibarat beli sepatu harga 50 ribu. Kalo 200 ribu kan dapet empat. Tapi kualitasnya nggak bagus. Dipake sebulan langsung jebol. Mending sekalian beli yang satunya 200 ribu. Bisa dipake bertahun-tahun. Dapet empat sepatu, itu juga kalo jebol semua berarti bertahan hanya empat bulan. Analoginya jelek, ya? Sorry..
Nah, pastinya kalian males dong, kalo baca tulisan yang kurang berkualitas. Pertama soal EYD dulu, deh. Kira-kira, masih ada nggak, sih? Blogger yang nulisnya alay?
Misal judulnya, “5 T1Ps b3RkEnC4N”. Yak, dari judul aja udah bikin enek. Semoga nggak ada, ya. Terus yang nulis masih disingkat-singkat. Gini misalnya, “Agus adalah anak SMU Tunas Kelapa. Ia anak yg rajin belajar dan tidak suka mencuri. Tp semenjak kenal Rani. Lama2 Agus berubah jd malas n sering nyolongin jambu milik Pak RT .” Bedain gitu kek, chatting-an sama nulis di blog. Yang baca juga bakalan pusing sendiri, kan. Bisa-bisa langsung di-close tab dan di-blacklist dari daftar blogwalking. KEJAM!
Terus juga soal di, ke, dari.Kalo nggak salah, ini pelajaran Bahasa Indonesia zaman SD kan, ya? Menulis di, ke, dari yang menunjukan keterangan waktu atau tempat seharusnya dipisah. Contoh, “Agus sedang berbelanja ikan asin di supermarket.”
Sedangkan untuk kata kerja, ‘di’ nya harus disambung. Contoh lagi, “Novel Rani dipinjam Budi.” Bentar-bentar, ini Budi yang tadi? Budi ternyata temennya Rani? Yah, ternyata friendzone. Rani terlalu baper mungkin, si Budi hanya menganggap Rani teman dekat. Eh, ini ngapa jadi ngaco?
Oke, lanjut.
Begitulah teman-teman. Mungkin info tentang EYD ini sedikit membantu. Sehingga, kalian nggak lagi menulis kalimat yang salah seperti ini, “Aku di marahi guru BK diruangannya.” Seharusnya yang benar, “Aku dimarahi guru BK di ruangannya.” Nah, ini baru benar. Jangan sampai terbalik. Oke, gue makin sotoy. Lalu, setelah titik harus huruf kapital. Setelah tanda kutip ketika memulai percakapan juga huruf besar. Kalo nama orang juga harus huruf besar. Kalo teteknya JUPE juga BESAR.
Gue bisa menulis sesuai EYD ini karena teman blogger gue, Tiwi. Ini blog-nya, mampir aja di SINI. Komentarnya pedes banget. Salah dikit diomelin. Kacau tuh anak. Makannya cabe mulu pasti. Apa malah dia itu cabe-cabean? Ahaha. Bercanda! Peace ya, Wi. PEACE, LOVE, AND GAUL!
Beginilah awal mulanya,
“Yoga, kalo abis titik itu huruf besar. ( ceritanya jadi editor ),” kata Tiwi di kolom komentar.
“Oke, makasih infonya, Gan. Gue kasih cendol atas kritiknya.” Dikira Kaskus.
Gue mulai perbaiki pelan-pelan tulisan gue. Melihat 100 posting-an yang ternyata salah semua. Gue pingsan. Yakali 100 diedit semua? Bisa-bisa Mak Ijah keburu ke Mekkah. Dan gue ketinggalan episodenya. Gue biarkan saja tulisan-tulisan lama. Ya, suatu saat biar kelihatan kalau gue pernah salah. Manusia kan nggak pernah luput dari kesalahan. Gue perbaiki tulisan-tulisan yang baru aja. Semoga semakin baik untuk ke depannya. YAMAHA SEMAKIN DI DEPAN!
“Gue nggak ikut kopdar ya wi.” Gue kirim pesan ke dia via WA.
“Yog, yang benar itu, 'Gue nggak ikut kopdar ya, Wi',” balas Tiwi.
“Taiklah, salah mulu gue. Ribet chat sama editor. Njir!”
“Ini demi kebaikan tulisan lu juga.”
“Ini kan chatting, beda sama blog.”
“Nulis itu dari kebiasaan. Biar lu terbiasa menulis yang sesuai EYD. Kalo mau jadi penulis harus belajar EYD juga.”
Gue langsung kejang-kejang.
NJIR! CHATTING AJA RIBET BANGET. BANGSAT.
Tapi makasih, kalau nggak diajarin dia, mungkin tulisan-tulisan gue nggak akan sebaik ini. Semoga semakin membaik. Aamiinn.
Kalo sekarang, tentang komedi.
Gue nggak jago, masih belajar juga. Tapi sekali lagi, gue hanya ingin berbagi menurut pengetahuan gue. Meski sedikit... banget.
Menurut kalian, komedi itu apa, sih?
Setelah survei, 8 dari 10 orang bilang dalam komedi yang utama itu bisa bikin ketawa. Minimal nyengir. Kalo 2 dari yang lain hanya diam saja. Ternyata 2 orang itu siluman komodo. Taunya soal komodo bukan komedi. Taik, salah survei.
Gue masih belum bisa menulis komedi. Tapi gue ingin belajar. Komedi itu yang penting bisa bikin orang tertawa. Tapi, komedi itu bukan soal sok melucu. Jangan pernah berusaha sok melucu ketika menulis komedi. Seperti membuat adegan terpeleset kulit pisang. Udahlah, nggak perlu sok asik dilucu-lucuin. Takutnya malah garing. Mending natural aja dari pengalaman sendiri. Kalau nggak punya pengalaman lucu, lihatlah dari sudut pandang yang berbeda. Biasanya bakalan ketemu lucunya. Atau boleh juga nulis tentang kegelisahan. Seperti bikin tulisan yang kesal terhadap film hantu, film yang selalu bikin tegang. Tegangnya bukan karena takut. Tapi tegang ‘anunya’. YAK, TEGANG BANGET! Biasanya, ada beberapa orang yang juga merasakan kekesalan oleh kegelisahan tersebut. Kata para komik sih gitu. Maksudnya, bukan komik Naruto, One Piece, apalagi Hentai. Bukan itu. Apalagi komik obat batuk. Bukan banget. Komik yang dimaksud itu komika yang Stand Up Comedy.
Menurut gue, temen-temen blogger juga pada bagus menulis komedinya. Ada Bang Adi yang tidak keribo, Tata Tirs, Bang Rizky Shamposachet, Febri juga, dll. Maaf untuk yang lainnya nggak disebut. Soalnya hanya mereka yang bayar ke gue untuk namanya ditulis di sini. Hehe. Kalian mau juga ditulis? Bayar 20 ribu per orang. Oke? #OtakBisnis
Eh, bercanda. Nggak usah serius-serius. Kan lagi ngomongin komedi.
Untuk komedi, itu bisa dipelajari.
Bang Adi pernah membahas di blog-nya. Kalian bisa baca di SINI.
Udah baca?
Belum?
Males, ya?
Males, ya?
Yaudah. Lanjutin aja baca tulisan ini dulu. ( kemudian disambit termos sama Bang Adi )
Dia membahas beberapa jenis komedi. Tapi di sini, gue hanya ngomongin set up dan punchline.
Pertama-tama, biarkan gue menjelaskan. Set up adalah... ( cari di Google sendiri ) Sedangkan Punchline ialah... ( tonton aja Youtube gue males jelasin )
Set up ialah bagian yang tidak lucu atau bukan untuk ditertawai dan mengarahkan kita kepada punchline. Sedangkan punchline itu sendiri bagian yang lucu. Nah, maka dari itu pembaca akan merasa kaget, atau biasa dibilang mendapatkan twist. Pembaca akan tertawa atau nyengir secara spontan. Raditya Dika juga pernah membahas ini sebelumnya.
Contoh, “Gue kesel banget sama Agus. Setiap hari di sekolah, kerjaannya ngatain gue homo mulu. Padahal, gue tuh nggak homo... cowok gue yang homo.”
Mengerti?
Tambah lagi deh.
Ini twit iseng gue berbentuk dialog.
“Kemarin malem, Bro. Gue berhasil nidurin cewek,” kata dia bangga.
“Serius?” tanya gue penasaran.
“Yoi.”
“Kok, bisa? Caranya gimana?” Gue semakin penasaran.
“Gampang, gue hanya bilang, ‘setiap lihat api kamu akan tertidur’ gitu doang.”
TAEEEE. Ternyata Uya Kuya.
Ada lagi, Rule of Three. Jadi, 3 kata atau 3 kalimat yang disusun. Bagian pertama dan kedua biasa aja, baru deh bagian ketiganya yang lucu.
Contoh, “Pertama kali bertemu dengan Rani. Gue benar-benar terpesona. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih mulus, dan bulu keteknya juga gondrong.”
Lihat bagian ketiga? Nah, di situ letak komedinya.
Meski contoh-contoh dari gue nggak begitu lucu dan masih garing. Setidaknya kalian mengerti maksud gue. Gue juga masih belajar soalnya. Mari kita belajar bersama-sama. Semoga bermanfaat. Sekian sampai di sini. Kalau ada yang ingin menambahkan atau memberi masukan tentang belajar menulis. Boleh tulis di kolom komentar. Terima kasih. Salam kece.
0 comments:
Post a Comment